Asosiasi Pengembang Properti Sampaikan Keluhan Terkait Kebijakan Pemerintah kepada DPR

Asosiasi Pengembang Properti Sampaikan Keluhan Terkait Kebijakan Pemerintah kepada DPR

Dalam sebuah rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, lima asosiasi pengembang perumahan menyampaikan sejumlah keresahan mendalam terkait kebijakan pemerintah yang dinilai kontraproduktif dan menimbulkan kebingungan di industri properti. Para pengembang mengungkapkan sejumlah hambatan yang menghambat perkembangan sektor properti, khususnya dalam konteks Program 3 Juta Rumah yang hingga kini belum menunjukkan progres signifikan. Ketidakjelasan regulasi, disparitas antara harga tanah yang meningkat dan tekanan untuk menurunkan harga jual rumah, serta isu-isu lain yang beredar di masyarakat telah menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi pelaku usaha, terutama UMKM.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto, mengungkapkan kekecewaan atas lambannya realisasi Program 3 Juta Rumah. Meskipun awalnya menyambut baik pembentukan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan program tersebut, kenyataannya, setelah lima bulan berjalan, progres yang dicapai masih sangat minim. Lebih jauh, Suranto menyoroti kurangnya perlindungan dan bimbingan bagi pengembang, terutama mereka yang fokus pada rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ia juga menyuarakan keprihatinan atas intimidasi yang dialami sejumlah pengembang dan dampak negatif dari wacana rumah gratis yang menyebabkan pembatalan akad kredit oleh konsumen. Kebijakan yang masih rancu, seperti penggunaan tanah sitaan koruptor dan pembentukan central purchasing, semakin menambah kompleksitas masalah yang dihadapi para pengembang.

Senada dengan REI, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, mengungkapkan kekhawatiran terhadap dampak negatif kebijakan pemerintah yang dinilai kontradiktif. Ia mencontohkan kebijakan penurunan harga jual rumah yang bertolak belakang dengan kenaikan harga tanah. Selain itu, Abdillah juga mempertanyakan implementasi kebijakan pembebasan BPHTB dan retribusi PBG yang telah diumumkan pemerintah, namun belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi industri properti dan para pelaku usaha di dalamnya.

Ketua Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Ari Tri Priyono, mengungkapkan bahwa pemerintah sebenarnya telah mengambil langkah-langkah yang baik sebelumnya, seperti memberikan insentif pajak dan regulasi yang mendukung. Namun, ia merasa saat ini pengembang justru disudutkan. Meskipun mengakui adanya pengembang nakal, Priyono menekankan bahwa jumlahnya sangat kecil dan pemerintah seharusnya memberikan dukungan yang lebih besar, mengingat target program perumahan yang ambisius.

RDPU ini juga dihadiri oleh Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas), Andriliwan Muhamad, dan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas), M. Syawali. Mereka turut menyampaikan keresahan dan harapan agar pemerintah dapat memberikan solusi yang tepat guna mengatasi permasalahan yang dihadapi industri properti nasional.

Para pengembang berharap DPR RI dapat menjadi jembatan untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah dan mendorong terwujudnya kebijakan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan industri properti yang berkelanjutan. Mereka juga menekankan pentingnya perlindungan bagi pengembang yang menjalankan bisnis secara profesional dan bertanggung jawab, serta upaya untuk membedakan mereka dengan oknum pengembang yang melakukan praktik-praktik yang merugikan konsumen.

Kesimpulannya, pertemuan ini menandai keprihatinan mendalam dari pelaku usaha properti terhadap kondisi industri saat ini dan harapan akan adanya solusi komprehensif dari pemerintah.