Perjalanan Spiritual: Warga Cilincing Hapus Tato Demi Ibadah Umroh

Perjalanan Spiritual: Warga Cilincing Hapus Tato Demi Ibadah Umroh

Poniman (55), warga Cilincing, Jakarta Utara, telah mengambil langkah signifikan dalam perjalanan spiritualnya. Demi mewujudkan impiannya menunaikan ibadah Umroh tahun ini, ia rela menanggung rasa sakit yang luar biasa untuk menghapus tato di lengan kirinya yang telah melekat selama lebih dari tiga dekade. Proses penghapusan tato tersebut dilakukan dalam kegiatan penghapusan tato gratis yang diselenggarakan di Kantor Wali Kota Jakarta Utara pada Rabu, 19 Maret 2025. Keputusan berani ini bukan hanya didorong oleh keinginan kuat untuk menunaikan rukun Islam kelima, tetapi juga merupakan refleksi dari perjalanan spiritualnya yang mendalam.

Kehadiran Poniman dalam kegiatan tersebut menjadi sorotan. Ia dengan tegar menghadapi rasa sakit yang tak terhindarkan selama proses penghapusan tato. Bukan sekadar keinginan untuk Umroh, tetapi juga pemahaman keagamaan yang semakin matang mendorongnya untuk menghapus tato tersebut. Bertahun-tahun mengikuti kajian-kajian Islam telah memberikan pencerahan baginya, mengingatkannya bahwa tato merupakan bentuk penzaliman terhadap diri sendiri. “Oleh karena itu, saya rela menghapus tato yang sudah menempel di tubuh saya sejak tahun 1990-an,” ungkap Poniman dengan penuh penyesalan.

Lebih jauh, Poniman mengungkapkan penyesalan mendalam atas keputusan menato tubuhnya di masa muda, yang diakui sebagai buah dari pengaruh buruk pergaulan. Pengalaman pahit ini mendorongnya untuk memberikan pesan penting kepada generasi muda agar menghindari tindakan serupa. Ia menekankan betapa sulit dan menyakitkan proses penghapusan tato, sebuah pelajaran berharga yang ingin ia sampaikan agar tidak ada lagi yang terjerat dalam kesalahan yang sama. “Kalau pesan umum, jangan lah membuat tato di tubuh sendiri,” tegasnya dengan nada penuh penyesalan dan hikmah.

Kisah Poniman ini memberikan inspirasi dan gambaran nyata tentang kekuatan iman dan tekad dalam meraih tujuan spiritual. Ia bukan hanya menjalankan ibadah Umroh, tetapi juga melakukan introspeksi diri dan memperbaiki diri secara fisik dan spiritual. Pengorbanan yang ia lakukan menjadi teladan bagi masyarakat luas, khususnya dalam hal komitmen terhadap nilai-nilai keagamaan dan penyesalan atas kesalahan di masa lalu. Keberaniannya dalam menghadapi rasa sakit fisik sebagai bentuk penyucian diri menjadi cerminan dari ketaatan dan keikhlasannya dalam menjalankan ibadah.

Proses penghapusan tato, yang berlangsung dalam kegiatan amal, juga menyoroti kepedulian pemerintah daerah dalam menyediakan akses bagi warga untuk memperbaiki diri. Inisiatif seperti ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk meninggalkan kebiasaan negatif yang merugikan dan membangun kehidupan yang lebih baik.

Kesimpulan: Kisah Poniman merupakan sebuah testimoni perjalanan spiritual yang inspiratif. Keberaniannya dalam menghadapi rasa sakit untuk menghapus tato demi ibadah Umroh menunjukkan komitmen dan tekad yang kuat dalam memperbaiki diri. Semoga kisahnya dapat menginspirasi banyak orang untuk memperbaiki diri dan senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.