Komnas HAM: Revisi UU TNI Berpotensi Menghambat Regenerasi dan Menghidupkan Dwifungsi ABRI
Komnas HAM: Revisi UU TNI Berpotensi Menghambat Regenerasi dan Menghidupkan Dwifungsi ABRI
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyampaikan hasil kajian mendalam terkait revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Kajian ini mengungkap potensi masalah serius yang dapat ditimbulkan oleh revisi UU tersebut, terutama terkait dengan regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI dan potensi kebangkitan dwifungsi ABRI. Dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (19/3/2025), Komnas HAM memaparkan dua temuan utama yang menjadi perhatian serius.
Temuan pertama menyoroti usulan perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif TNI. Komnas HAM menilai perubahan Pasal 47 ayat 2 RUU TNI berpotensi besar menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI, yang bertentangan dengan Tap MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia serta prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi. Komnas HAM mencatat adanya peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan di 16 kementerian/lembaga sipil. Meskipun DPR sebelumnya menyatakan bahwa penempatan prajurit aktif hanya akan dilakukan di 14 kementerian/lembaga dengan tugas yang berkaitan dengan pertahanan, potensi perluasan ini tetap menjadi kekhawatiran utama. Lebih mengkhawatirkan lagi, Komnas HAM mencatat adanya celah dalam revisi UU yang memungkinkan Presiden untuk menambah jumlah kementerian/lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif TNI, sehingga potensi meluasnya dwifungsi ABRI menjadi semakin nyata.
Temuan kedua yang tak kalah penting adalah terkait dengan perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Komnas HAM berpendapat bahwa usulan perubahan Pasal 53 yang menaikkan batas usia pensiun ini berisiko menimbulkan stagnasi regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI. Akibatnya, efisiensi anggaran dapat terganggu, dan penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas akan menjadi masalah baru. Lebih lanjut, Komnas HAM menekankan bahwa pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI berpotensi menjadi politis akibat perpanjangan masa pensiun ini. Komnas HAM menyarankan agar peningkatan kesejahteraan prajurit dilakukan melalui jalur yang lebih komprehensif, seperti penguatan sistem penggajian dan tunjangan, bukan hanya dengan memperpanjang masa tugas mereka. Perpanjangan usia pensiun, menurut Komnas HAM, bukanlah solusi tepat untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit dan justru berpotensi merugikan regenerasi dan efisiensi dalam tubuh TNI.
Sementara itu, Komisi I DPR RI telah menyepakati revisi UU TNI untuk dibawa ke rapat paripurna. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyatakan bahwa RUU TNI telah rampung pada tahap I dan akan dibacakan dalam rapat paripurna yang dijadwalkan pada hari berikutnya. Namun, beberapa hal masih perlu menunggu konfirmasi dari Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI. Keputusan tersebut tentunya akan memiliki dampak signifikan terhadap masa depan TNI dan sistem pertahanan negara. Komnas HAM berharap DPR RI mempertimbangkan temuan-temuan tersebut sebelum mengambil keputusan akhir terkait RUU TNI, guna memastikan terjaganya profesionalitas TNI dan tetap tegaknya supremasi sipil.
Catatan: Informasi mengenai jadwal paripurna masih bersifat sementara dan menunggu konfirmasi lebih lanjut dari Bamus DPR RI.