Jamu Coro Demak: Warisan Kesultanan yang Tetap Diminati di Era Modern
Jamu Coro Demak: Warisan Kesultanan yang Tetap Diminati di Era Modern
Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menyimpan kekayaan kuliner berupa Jamu Coro, sebuah minuman tradisional yang telah bertahan melewati zaman. Lebih dari sekadar sajian kuliner, Jamu Coro merepresentasikan warisan budaya dan pengobatan turun-temurun yang kental dengan nuansa Kesultanan Demak. Nama 'coro' sendiri, dalam bahasa Jawa, berarti 'cara' atau metode penyembuhan, mencerminkan filosofi pengobatan tradisional yang dianut.
Minuman ini terdiri dari bubur beras lembut yang disiram kuah rempah-rempah kaya rasa. Kuah tersebut merupakan racikan rahasia yang turun-temurun dijaga, yang konon terdiri dari lebih dari lima belas jenis rempah dan herbal. Sentuhan akhir berupa gula Jawa cair dan bubuk lada menambah cita rasa unik pada Jamu Coro. Tekstur bubur yang lembut berpadu dengan rempah-rempah yang hangat menciptakan pengalaman kuliner yang menenangkan dan menyehatkan.
Muhammad Latif Awaludin (24), salah satu penerus tradisi pembuatan Jamu Coro, meneruskan usaha dari ibunya. Ia berjualan di kawasan pasar takjil Ramadhan di Jalan Bhayangkara, Kecamatan Demak. Latif menjelaskan ramuan rempah-rempah yang digunakan merupakan warisan keluarga, yang dipercaya memiliki berbagai khasiat kesehatan, antara lain meningkatkan imunitas tubuh, meredakan meriang, dan mengatasi masalah asam lambung. Kepopuleran Jamu Coro meningkat pesat selama pandemi Covid-19, karena banyak masyarakat yang mencari alternatif untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Meskipun popularitasnya sempat meroket selama pandemi, penjualan Jamu Coro saat ini mengalami penurunan hingga 25 persen di bulan Ramadhan dibandingkan hari biasa. Latif yang biasanya mampu menjual 300-400 porsi dalam tiga jam, kini penjualannya berkurang. Ia menduga hal ini disebabkan oleh persaingan dengan minuman dingin yang lebih diminati selama bulan puasa. Harga yang terjangkau, hanya Rp 3.000 per porsi, menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Para pembeli dapat memilih untuk menikmati Jamu Coro di tempat atau membungkusnya untuk dibawa pulang.
Jamu Coro dijual setiap sore mulai pukul 15.00 hingga 17.00 WIB atau hingga habis terjual. Latif libur berjualan setiap hari Jumat karena ada pesanan dari luar daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Jamu Coro tidak hanya diminati masyarakat lokal, tetapi juga telah dikenal lebih luas. Keberadaan Jamu Coro sebagai warisan budaya Demak yang tetap eksis di tengah modernisasi menjadi bukti daya tahan kuliner tradisional yang kaya akan nilai sejarah dan manfaat kesehatan.
Meskipun menghadapi tantangan persaingan bisnis kuliner modern, Jamu Coro tetap menjadi bukti nyata bagaimana tradisi pengobatan dan kuliner dapat berdampingan dan tetap relevan hingga saat ini. Kegigihan para penerus seperti Latif Awaludin menjadi kunci kelestarian warisan kuliner bernilai sejarah ini.
Kesimpulan: Jamu Coro bukan hanya sekadar minuman, melainkan representasi budaya dan kesehatan yang kaya akan sejarah dan manfaat bagi masyarakat. Upaya pelestarian warisan kuliner ini patut diapresiasi dan dijaga kelangsungannya untuk generasi mendatang.