Komnas HAM Desak DPR Pertimbangkan Ulang Pengesahan Revisi UU TNI

Komnas HAM Desak DPR Pertimbangkan Ulang Pengesahan Revisi UU TNI

Rencana pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurna telah menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM mendesak DPR untuk mempertimbangkan kembali rencana tersebut dan memperpanjang masa pembahasan RUU yang krusial ini. Atnike Nova Sigiro, Ketua Komnas HAM, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait proses pembahasan yang dinilai kurang transparan dan minim partisipasi publik. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/3/2025).

"Proses pembahasan yang telah berlangsung mendapatkan atensi publik yang tinggi, disertai kritik dan kekhawatiran. Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa perpanjangan masa pembahasan sangatlah penting agar aspirasi dan perhatian publik dapat didiskusikan secara lebih mendalam dan komprehensif," tegas Atnike. Komnas HAM telah menyampaikan sejumlah catatan penting terkait potensi risiko perluasan peran sipil bagi militer serta dampaknya terhadap HAM. Atnike menekankan bahwa meskipun kewenangan pembentukan undang-undang berada di tangan DPR dan Pemerintah, Komnas HAM tetap memiliki kewajiban untuk menyampaikan potensi dampak negatif dari revisi UU TNI, khususnya terkait potensi pelanggaran HAM.

Lebih lanjut, Atnike menjelaskan bahwa Komnas HAM akan melakukan pemantauan dan evaluasi secara ketat terhadap implementasi UU TNI apabila disahkan. Pihaknya berharap catatan-catatan risiko yang telah disampaikan dapat dipertimbangkan untuk mencegah potensi masalah di kemudian hari. Senada dengan Atnike, Anis Hidayah, Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Komnas HAM, menyoroti kurangnya transparansi dalam proses pembahasan RUU TNI. "Proses revisi UU TNI dinilai kurang transparan, bertentangan dengan prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang demokratis dan berbasis HAM, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," ujar Anis.

Komnas HAM memberikan beberapa rekomendasi penting terkait RUU TNI, antara lain:

  • Evaluasi Implementasi UU No 34 Tahun 2004: Pemerintah perlu melakukan audit komprehensif terhadap implementasi UU TNI dan efektivitas peran TNI dalam sistem pertahanan negara sebelum mengusulkan perubahan regulasi. Hal ini penting untuk memastikan revisi dilakukan berdasarkan data dan fakta yang akurat.
  • Partisipasi Publik yang Bermakna: Proses penyusunan RUU harus transparan dan inklusif, melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan komunitas yang berpotensi terdampak langsung oleh kebijakan tersebut. Partisipasi publik yang substansial akan memastikan revisi UU ini sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan nasional.
  • Mencegah Kembalinya Dwifungsi TNI: Revisi UU TNI harus memperkuat peran TNI yang profesional dalam sektor keamanan dan memperkuat supremasi sipil. Hal ini krusial untuk menjaga stabilitas dan demokrasi.
  • Kajian Ulang Perpanjangan Usia Pensiun: Usulan perpanjangan masa dinas prajurit harus mempertimbangkan implikasi terhadap struktur organisasi TNI, regenerasi kepemimpinan, kesejahteraan dan profesionalisme TNI, dan efisiensi anggaran pertahanan.

Komnas HAM berharap DPR akan mempertimbangkan rekomendasi ini dengan serius dan memprioritaskan kepentingan nasional dan hak asasi manusia dalam proses legislasi RUU TNI.