DPR Usul Otoritas Pengawas Khusus untuk Koperasi dalam Revisi UU Perkoperasian

DPR Usul Otoritas Pengawas Khusus untuk Koperasi dalam Revisi UU Perkoperasian

Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah menggodok revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dalam rapat yang digelar Rabu (19/3/2025) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, muncul usulan signifikan: pembentukan sebuah otoritas pengawas koperasi yang independen. Usulan ini mengemuka sebagai upaya untuk meningkatkan tata kelola dan perlindungan anggota koperasi, khususnya dalam sektor simpan pinjam.

Tenaga Ahli Baleg DPR RI, Arwani, memaparkan rencana perubahan substansial dalam revisi UU Perkoperasian. Salah satu poin utama yang diusulkan adalah pembentukan lembaga pengawas koperasi yang modelnya terinspirasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meskipun nomenklatur pastinya belum diputuskan, usulan tersebut mengarah pada pembentukan sebuah badan pengawas yang khusus menangani pengawasan koperasi, yang selanjutnya dapat disebut sebagai Otoritas Pengawas Koperasi (OPK).

"Konsep pengawasan ini akan dijabarkan secara detail dalam bab tersendiri," jelas Arwani dalam presentasinya. Ia menekankan fokus pengawasan OPK akan diarahkan pada koperasi simpan pinjam (KSP), mengingat sektor ini memiliki kerentanan risiko yang lebih tinggi. Lebih lanjut, Arwani menjelaskan bahwa revisi UU ini bermaksud untuk meningkatkan perlindungan terhadap dana anggota KSP. Mekanisme jaminan dana nasabah, yang dianalogikan dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk perbankan, akan menjadi bagian penting dari revisi ini.

Perubahan signifikan lainnya yang diusulkan meliputi perluasan ketentuan umum. UU Perkoperasian yang lama hanya memuat lima ketentuan umum, sementara revisi ini berencana untuk merinci hingga 37 ketentuan umum. Perubahan ini didasarkan pada kaidah perumusan ketentuan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dengan demikian, diharapkan revisi UU Perkoperasian akan menghasilkan kerangka hukum yang lebih komprehensif dan mampu menjawab tantangan perkembangan koperasi di Indonesia.

Tujuan utama dari revisi UU ini adalah untuk memperkuat landasan hukum koperasi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta melindungi kepentingan anggota. Pembentukan OPK diharapkan dapat menjadi kunci dalam mencapai tujuan tersebut, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap sektor koperasi di Indonesia. Tahapan selanjutnya dalam proses legislasi ini akan melibatkan pembahasan lebih lanjut di internal DPR RI sebelum akhirnya disahkan menjadi undang-undang. Proses tersebut akan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan dari koperasi dan pakar hukum.

Revisi UU Perkoperasian juga meliputi:

  • Perbaikan tata kelola koperasi.
  • Peningkatan perlindungan anggota koperasi.
  • Penguatan pengawasan koperasi.
  • Peningkatan transparansi dan akuntabilitas koperasi.
  • Penyederhanaan prosedur operasional koperasi.
  • Harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait koperasi.