Serangan Udara AS di Yaman: Eskalasi Konflik dan Ancaman terhadap Perdamaian Regional
Serangan Udara AS di Yaman: Eskalasi Konflik dan Ancaman terhadap Perdamaian Regional
Serangan udara yang dilancarkan militer Amerika Serikat (AS) terhadap berbagai target yang dikaitkan dengan kelompok Houthi di Yaman menandai babak baru dalam konflik yang telah berlangsung lama ini. Serangan yang terjadi pada Selasa malam, 18 Maret 2025, dan berlanjut hingga Rabu, 19 Maret 2025, menargetkan berbagai lokasi strategis di Yaman, termasuk Provinsi Saada, tempat kelahiran dan basis utama gerakan Houthi, serta kota pelabuhan Hodeidah di Laut Merah. Laporan dari berbagai sumber, termasuk Al Masirah TV (media milik Houthi) dan kantor berita Saba, menyebutkan setidaknya 10 serangan udara yang menghantam berbagai wilayah, menyebabkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Saksi mata yang diwawancarai AFP menyebutkan setidaknya tiga serangan udara di Provinsi Saada.
Provinsi Saada, yang diklaim sebagai benteng pertahanan Houthi, termasuk distrik Al-Safra, yang dikenal sebagai pusat penyimpanan senjata dan pelatihan milisi Houthi, menjadi fokus utama serangan. Target serangan yang beragam dan terfokus menunjukkan bahwa operasi militer AS ini merupakan operasi yang terencana dan terkoordinasi dengan tujuan untuk melemahkan kemampuan militer Houthi. Serangan ini juga terjadi setelah beberapa pekan relatif tenang di Laut Merah menyusul gencatan senjata di Gaza, yang diumumkan pada 19 Januari 2025. Namun, ancaman Houthi pada 12 Maret 2025 untuk melanjutkan serangan terhadap kapal-kapal yang terkait dengan Israel, sebagai respon atas penutupan perlintasan perbatasan Gaza, telah meningkatkan kembali ketegangan di kawasan tersebut.
Operasi militer AS ini, yang digambarkan sebagai operasi terbesar di Timur Tengah sejak Presiden Donald Trump menjabat, menimbulkan kekhawatiran atas potensi eskalasi konflik. Pernyataan resmi dari pemerintahan AS yang menyebutkan tindakan tegas untuk mengakhiri ancaman terhadap pelayaran di Laut Merah dan menuntut diakhirinya dukungan Iran terhadap Houthi, semakin memperkuat indikasi bahwa serangan ini merupakan bagian dari strategi AS yang lebih luas untuk menekan pengaruh Iran di kawasan tersebut. Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth bahkan menegaskan bahwa serangan akan terus dilakukan hingga Houthi menghentikan serangan terhadap kapal-kapal yang melintasi jalur pelayaran internasional di Laut Merah.
Namun, langkah AS ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap upaya perdamaian di Yaman. Houthi, yang dipimpin oleh Abdul Malik al-Houthi, telah menegaskan komitmennya untuk memperluas target serangan terhadap Israel, kecuali “agresi” Israel terhadap Gaza dihentikan. Sikap Houthi ini mengindikasikan rendahnya kemungkinan negosiasi damai, dan potensi peningkatan konflik secara signifikan. Eskalasi konflik ini bukan hanya mengancam stabilitas Yaman, tetapi juga berpotensi mengganggu keamanan dan perdamaian di kawasan Laut Merah dan Timur Tengah secara keseluruhan. Situasi ini menuntut respons internasional yang terkoordinasi untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih luas dan mendorong semua pihak untuk kembali ke meja perundingan.
Korban Jiwa dan Dampak Kemanusiaan:
Laporan dari otoritas kesehatan Yaman yang dikuasai Houthi menyebutkan bahwa serangan udara AS telah menewaskan sedikitnya 53 orang, termasuk 5 anak-anak. Angka korban jiwa yang masih belum pasti ini menggambarkan dampak kemanusiaan yang serius dari serangan tersebut. Perlu dilakukan investigasi independen dan transparan untuk menyelidiki secara rinci korban jiwa dan kerusakan yang terjadi, serta memastikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional kemanusiaan. Terkait hal itu, PBB perlu berperan aktif dalam memantau situasi dan memastikan akses bantuan kemanusiaan bagi warga sipil yang terkena dampak konflik.