Penganiayaan Siswa SMA di Asahan: Tiga Tersangka Diproses Hukum, Termasuk Oknum Polisi
Tragedi di Asahan: Kematian Siswa SMA Usai Pengejaran oleh Polisi dan Warga Sipil
Insiden berujung maut yang menewaskan Pandu Barata (18), siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, telah memasuki babak baru dengan penetapan tiga tersangka. Polda Sumatera Utara (Sumut) mengungkap kronologi kejadian yang mengungkap peran Ipda Ahmad Efendi, Kanit Reskrim Polsek Simpang Empat, bersama dua warga sipil, Dimas dan Yudi, yang berprofesi sebagai bantuan polisi (banpol) di Polsek yang sama. Ketiganya kini resmi berstatus tersangka dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian Pandu.
Direktur Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Pol Sumaryono, menjelaskan bahwa insiden bermula dari upaya pembubaran balap liar di Desa Sei Lama, Kecamatan Simpang Empat, pada Minggu, 9 Maret 2025. Saat membubarkan kerumunan, Dimas melihat sekelompok anak muda, termasuk Pandu, melarikan diri dengan sepeda motor. Pengejaran pun dilakukan oleh ketiga tersangka. Dalam keterangan persnya, Selasa, 18 Maret 2025, Kombes Sumaryono menekankan bahwa rasa kesal dan emosi para pelaku dipicu oleh upaya pelarian korban dan teman-temannya. Lebih lanjut, ia menyebutkan adanya perlawanan dari kelompok korban yang berupa lemparan ludah dan tendangan terhadap para pelaku selama pengejaran. Saat pengejaran berlangsung, Pandu jatuh dari sepeda motor dan kemudian dianiaya oleh ketiga tersangka.
Meskipun detail penganiayaan tidak dibeberkan secara rinci, Kombes Sumaryono menjelaskan bahwa setelah penganiayaan, Pandu sempat dibawa ke Polsek Simpang Empat sebelum akhirnya dirujuk ke puskesmas untuk perawatan medis. Setelah perawatan di puskesmas, Pandu kembali dibawa ke Polsek Simpang Empat dan kemudian dijemput keluarganya. Sayangnya, Pandu meninggal dunia pada keesokan harinya. Atas perbuatannya, ketiga tersangka kini ditahan dan dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp 3 miliar.
Kasus ini sebelumnya viral di media sosial, di mana beredar narasi mengenai tindakan tidak beretika oknum polisi yang terlibat. Pihak kepolisian sempat membantah tuduhan penganiayaan, namun laporan keluarga korban ke Polres Asahan, dan penyelidikan lebih lanjut oleh Polda Sumut yang meliputi rekonstruksi dan ekshumasi jasad korban, akhirnya mengungkap fakta yang sebenarnya. Proses hukum kini terus berjalan untuk memastikan keadilan bagi Pandu Barata dan keluarganya.
Kronologi Kejadian:
- Pembubaran balap liar oleh Ipda Ahmad Efendi dibantu Dimas dan Yudi.
- Pengejaran terhadap kelompok Pandu yang melarikan diri.
- Perlawanan dari kelompok Pandu berupa lemparan ludah dan tendangan.
- Pandu jatuh dari sepeda motor dan dianiaya.
- Pandu dibawa ke Polsek Simpang Empat, kemudian ke puskesmas, dan kembali ke Polsek.
- Pandu meninggal dunia keesokan harinya.
- Penetapan tiga tersangka dan proses hukum lebih lanjut.
Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan hukum yang tegas dan akuntabel, serta perlunya prosedur standar operasional yang jelas dalam penanganan situasi seperti pembubaran kerumunan. Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya pengendalian emosi dan penggunaan kekuatan yang proporsional dalam menjalankan tugas penegakan hukum.