Revisi UU TNI: Dukungan PDI-P Dinilai Lemahkan Peran Penyeimbang di Parlemen
Revisi UU TNI: Dukungan PDI-P Dinilai Lemahkan Peran Penyeimbang di Parlemen
Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, memberikan kritik tajam terhadap sikap PDI Perjuangan yang mendukung revisi Undang-Undang TNI. Menurutnya, langkah tersebut menunjukkan kelemahan PDI-P dalam menjalankan peran sebagai kekuatan penyeimbang di parlemen, sebuah peran yang diharapkan dapat dijalankan mengingat posisi partai tersebut di luar pemerintahan. Kehadiran Utut Adianto dari PDI-P sebagai ketua Panitia Kerja Revisi UU TNI, yang diharapkan dapat menjadi suara oposisi, justru dinilai gagal mengakomodasi kepentingan rakyat dan lebih mementingkan kepentingan pemerintah.
"Awalnya, harapan besar diletakkan pada Fraksi PDI-P sebagai satu-satunya fraksi di luar pemerintahan yang dapat menyeimbangkan dominasi partai pendukung pemerintah dalam pembahasan RUU TNI," ujar Jamiluddin dalam wawancara dengan Kompas.com pada Rabu, 19 Maret 2025. Namun, kenyataannya, proses revisi UU TNI yang dipimpin Utut Adianto dianggapnya justru mengabaikan aspirasi publik dan cenderung mengikuti agenda pemerintah. Hal ini, menurut Jamiluddin, menunjukan PDI-P telah meninggalkan perannya sebagai representasi kepentingan rakyat.
Lebih lanjut, Jamiluddin mengemukakan bahwa dukungan PDI-P terhadap revisi UU TNI merupakan indikator partai tersebut telah kehilangan fungsinya sebagai penyeimbang kekuasaan. Dengan tidak menjalankan peran oposisi secara efektif, PDI-P dinilai gagal bertindak sebagai perpanjangan suara rakyat di parlemen. Situasi ini, menurutnya, sangat mengkhawatirkan bagi jalannya demokrasi di Indonesia.
"PDI-P, meskipun berada di luar pemerintahan, tampaknya telah kehilangan giginya," tegas Jamiluddin. "Sikap mereka dalam revisi UU TNI ini menunjukkan kemandulan partai dalam memperjuangkan kepentingan rakyat." Ia menekankan perlunya kekuatan sipil untuk bersatu dan mengisi kekosongan yang ditinggalkan PDI-P dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penyeimbangan kekuasaan di pemerintahan. Peran tersebut, menurutnya, sangat krusial untuk menjaga kesehatan demokrasi dan mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Jamiluddin menyimpulkan bahwa kemampuan PDI-P dalam menjalankan fungsi kontrol dan keseimbangan di parlemen kini dipertanyakan. Ia mendorong munculnya kekuatan sipil yang lebih aktif dan efektif dalam mengawasi pemerintahan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Ke depan, peran partai politik dalam menjaga keseimbangan kekuasaan menjadi sangat penting untuk dikaji ulang, guna memastikan representasi rakyat di parlemen benar-benar terjaga dan efektif.
Analisis: Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai efektivitas sistem check and balances di Indonesia. Jika partai di luar pemerintahan pun gagal menjalankan peran penyeimbang, maka diperlukan mekanisme alternatif untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Masyarakat sipil memiliki peran krusial dalam mengisi kekosongan ini.