Pengawasan Lahan PTPN I di Puncak Dipertanyakan, DPR Desak Transparansi dan Fokus Bisnis Inti

Pengawasan Lahan PTPN I di Puncak Dipertanyakan, DPR Desak Transparansi dan Fokus Bisnis Inti

Persidangan Komisi VI DPR RI dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I pada Rabu (19/3/2025) diwarnai sorotan tajam terkait pengelolaan lahan seluas 1.623,19 hektare (ha) di kawasan Puncak, Jawa Barat. Anggota Komisi VI, Abdul Hakim Bafagih dan Rieke Diah Pitaloka, mengecam praktik penyewaan lahan seluas 488,21 ha (sekitar 30,69% dari total lahan) yang dinilai merugikan negara dan berpotensi menimbulkan masalah lingkungan. Kedua anggota DPR tersebut mendesak PTPN I untuk meningkatkan transparansi dan kembali fokus pada bisnis inti, yakni pengelolaan perkebunan.

Bafagih menyoroti kurang optimalnya pemanfaatan lahan, khususnya di area Gunung Mas. Ia berpendapat bahwa jika PTPN I mampu mengelola komoditas utama secara efektif, perusahaan negara tersebut tidak perlu sampai menyewakan lahan dan menjual Hak Guna Usaha (HGU). "Jika mampu mengelola komoditas utamanya dengan baik, PTPN tidak akan sampai menjual lahan HGU negara. Ini menunjukkan adanya potensi pengelolaan yang kurang maksimal," tegas Bafagih. Ia juga meminta PTPN I untuk mengungkap identitas oknum yang terlibat dalam praktik penyewaan lahan tersebut, mengingat hal ini juga berpotensi menimbulkan masalah lingkungan seperti berkurangnya resapan air.

Senada dengan Bafagih, Rieke Diah Pitaloka juga mendesak PTPN I untuk kembali ke bisnis utamanya. Ia menekankan bahwa penyewaan lahan bukanlah praktik yang ideal bagi BUMN perkebunan. "PTPN seharusnya fokus pada pengelolaan perkebunan, bukan menyewakan lahan. Kami meminta agar identitas oknum yang terlibat dalam okupasi lahan diungkap secara terbuka, tanpa perlu menggunakan istilah 'oknum' yang ambigu," tegas Rieke. Ia menambahkan bahwa transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah praktik serupa di masa depan.

Direktur Utama PTPN III, Muhammad Abdul Ghani, mengakui adanya kesalahan dalam kerja sama penyewaan lahan di kawasan Gunung Mas. Ia menyatakan bahwa PTPN I akan melakukan koreksi dan memperketat pengawasan pengelolaan lahan ke depannya. Ghani juga menjelaskan rincian penggunaan lahan PTPN I di Gunung Mas, meliputi:

  • Okupansi: 488,21 ha (30,69%)
  • Reboisasi hutan: 407,28 ha (25,09%)
  • Mitra B2B: 306,14 ha (18,86%)
  • Tanaman teh: 235,52 ha (14,51%)
  • Areal cadangan: 80,00 ha (4,93%)
  • Unit agrowisata: 39,08 ha (2,41%)
  • Fasos dan fasum: 24,31 ha (1,50%)
  • Areal marjinal: 21,65 ha (1,33%)
  • Emplasmen: 11,00 ha (0,68%)

Ghani menegaskan komitmen PTPN I untuk memperbaiki pengelolaan lahan dan memastikan agar kejadian serupa tidak terulang. Namun, desakan DPR untuk mengungkap secara transparan oknum yang terlibat dalam penyewaan lahan menjadi fokus utama dari persidangan tersebut. Ke depan, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara menjadi hal krusial yang perlu terus dipantau dan diperbaiki.