Tradisi Unik Pembersihan Lantai dengan Kotoran Ternak di Desa Beleq dan Sade, Lombok
Tradisi Unik Pembersihan Lantai dengan Kotoran Ternak di Desa Beleq dan Sade, Lombok
Di tengah modernitas, beberapa desa di Lombok, Nusa Tenggara Barat, masih memegang teguh tradisi unik dalam membersihkan rumah. Bukan menggunakan cairan pembersih kimiawi, melainkan memanfaatkan kotoran ternak, khususnya sapi dan kerbau, untuk mengepel lantai. Praktik ini bukan sekadar kebiasaan turun-temurun, namun memiliki fungsi dan alasan yang mendasari keberlanjutannya hingga kini.
Di Desa Beleq, Sembalun, Lombok Timur, penggunaan kotoran sapi untuk membersihkan lantai memiliki tujuan utama menghangatkan ruangan dan mencegah berkembang biaknya nyamuk. Letak desa yang berada di kaki Gunung Rinjani dengan suhu yang cenderung dingin, menjadikan praktik ini sebagai solusi alami. Abdul Rozak, seorang pemandu lokal, menjelaskan bahwa campuran kotoran sapi, kayu bakar, tanah, dan air diaplikasikan pada lantai rumah seminggu sekali. Penggunaan kotoran sapi pagi hari dan pencampuran bahan-bahan lain dimaksudkan untuk meminimalisir bau yang mungkin timbul. Tradisi ini, yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh Suku Sasak, hingga kini masih lestari dan dijalankan oleh warga Desa Beleq.
Berbeda dengan Desa Beleq, Desa Sade dan Rembitan di Lombok Tengah memiliki alasan yang sedikit berbeda dalam penggunaan kotoran ternak untuk membersihkan lantai. Di kedua desa tersebut, kotoran kerbau yang telah kering, dicampur air, digunakan untuk membersihkan debu dan sekaligus memperkuat lantai rumah. Mirip dengan Desa Beleq, praktik ini juga dilakukan hanya seminggu sekali, bukan setiap hari. Hal ini menunjukkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk memelihara kebersihan dan kekuatan bangunan rumah tradisional.
Kedua tradisi ini menggambarkan kearifan lokal yang unik dan berkelanjutan. Penggunaan kotoran ternak sebagai alat pembersih bukan hanya menunjukkan efisiensi dan pemanfaatan sumber daya secara maksimal, tetapi juga menjadi bukti adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingkungan dan iklim setempat. Perbedaan fungsi antara kedua desa tersebut memperkaya pemahaman kita tentang keragaman praktik budaya dalam konteks pembersihan rumah tangga di wilayah Lombok.
Lebih lanjut, penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengkaji dampak lingkungan dan kesehatan dari praktik ini, serta bagaimana tradisi ini dapat diintegrasikan dengan upaya pelestarian lingkungan dan budaya secara berkelanjutan. Melestarikan tradisi unik seperti ini penting untuk menjaga keanekaragaman budaya Indonesia dan memahami kearifan lokal yang bernilai.