Laporan Kekerasan terhadap Petugas SPBU di Bekasi Ditolak, Polisi Diduga Sarankan Damai

Laporan Kekerasan terhadap Petugas SPBU di Bekasi Ditolak, Polisi Diduga Sarankan Damai

Seorang petugas SPBU di Desa Karangsatria, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, bernama Riska Alfia (25), mengalami insiden penamparan oleh seorang konsumen pada Selasa (18/3/2025) sekitar pukul 07.40 WIB. Kejadian bermula dari permintaan konsumen yang ingin tetap dilayani meskipun petugas di salah satu jalur pengisian bensin sedang beristirahat. Riska, yang bertugas di jalur sebelah, mengingatkan konsumen tersebut. Namun, setelah mendapat giliran, konsumen tersebut justru memarahi Riska dan kemudian menamparnya di bagian bibir.

Setelah insiden tersebut, Riska melaporkan kejadian ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek setempat pada Selasa malam. Namun, laporan Riska diduga ditolak oleh petugas SPKT dengan alasan kasus tersebut masuk kategori tindak pidana ringan (tipiring) dan disarankan untuk diselesaikan secara kekeluargaan. Riska menuturkan, petugas SPKT menyarankan jalur musyawarah dan perdamaian dengan pelaku, tanpa adanya proses hukum lebih lanjut. Pernyataan Riska ini menimbulkan pertanyaan tentang penanganan kasus kekerasan yang dialami oleh warga.

"Katanya sih ini kasus kekerasan ringan (tipiring), jadi enggak bisa ditindaklanjuti, paling jalurnya kekeluargaan saja, dimusyawarahkan saja," ungkap Riska mengulang penjelasan petugas SPKT saat ditemui Kompas.com.

Menanggapi hal tersebut, Kapolres Metro Bekasi, Kombes Mustofa, menyatakan akan melakukan pengecekan terkait kebenaran informasi penolakan laporan tersebut. Mustofa menegaskan akan menyelidiki apakah memang ada petugas SPKT Polsek Kabupaten Bekasi yang menolak laporan Riska dan menyarankan penyelesaian di luar jalur hukum. "Semalam jam berapa laporannya? Saya cek dulu ya," ujar Kombes Mustofa saat dikonfirmasi pada Rabu (19/3/2025).

Kejadian ini menimbulkan keresahan dan mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan, meskipun tergolong ringan. Penolakan laporan dan saran untuk berdamai menimbulkan pertanyaan tentang standar operasional prosedur (SOP) penanganan kasus kekerasan di wilayah hukum Kabupaten Bekasi. Apakah semua kasus tipiring secara otomatis diarahkan pada jalur kekeluargaan tanpa mempertimbangkan kondisi korban dan tingkat keparahan tindakan kekerasan yang dialaminya? Perlu adanya kejelasan dan transparansi dari pihak kepolisian untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi petugas pelayanan publik yang rentan mengalami kekerasan dari masyarakat. Penting bagi aparat kepolisian untuk memberikan respon yang cepat, adil, dan profesional dalam menangani setiap laporan kekerasan, terlepas dari klasifikasinya.

Kronologi Kejadian:

  • Konsumen meminta tetap dilayani meskipun petugas di jalur lain sedang istirahat.
  • Riska mengingatkan konsumen tersebut.
  • Konsumen memarahi Riska dan menamparnya.
  • Riska melaporkan kejadian ke SPKT Polsek Kabupaten Bekasi.
  • Laporan Riska diduga ditolak dengan alasan tipiring dan disarankan berdamai.

Kasus ini membutuhkan kejelasan dan tindak lanjut yang serius dari pihak kepolisian untuk memastikan perlindungan hukum bagi korban kekerasan dan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak.