Penghentian Mudik Gratis 2025: Potensi Lonjakan Pemudik Motor dan Transportasi Ilegal

Penghentian Mudik Gratis 2025: Potensi Lonjakan Pemudik Motor dan Transportasi Ilegal

Keputusan pemerintah untuk menghentikan program Mudik Gratis pada Lebaran 2025 telah menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan signifikan jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor dan jasa transportasi ilegal. Langkah efisiensi anggaran yang diambil Kementerian Perhubungan dengan memangkas dana program tersebut, dinilai berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi keselamatan dan kenyamanan masyarakat, khususnya bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah. Hal ini disampaikan oleh Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata, yang memprediksi akan terjadi peningkatan tajam pengguna sepeda motor dan jasa transportasi gelap akibat kebijakan tersebut.

Djoko Setijowarno menuturkan bahwa keputusan ini bertolak belakang dengan tren peningkatan penggunaan angkutan umum dalam dua tahun terakhir (2023 dan 2024). Survei menunjukkan peningkatan minat masyarakat menggunakan moda transportasi umum. Namun, dengan dihapuskannya program Mudik Gratis yang selama ini menjadi andalan bagi pemudik dari kalangan kurang mampu, maka prediksi peningkatan pemudik yang menggunakan sepeda motor dan jasa transportasi ilegal pun semakin kuat. Risiko kecelakaan lalu lintas pun meningkat tajam, mengingat minimnya pengawasan dan perlindungan bagi para pemudik yang menggunakan jalur ini. Lebih lanjut, Djoko menekankan bahwa para pemudik yang mengalami kecelakaan melalui jalur transportasi ilegal tidak akan mendapatkan santunan dari PT Jasa Raharja. Hal ini jelas mengancam keselamatan dan kesejahteraan para pemudik.

Penghentian program Mudik Gratis yang sebelumnya dijalankan oleh Kementerian Perhubungan dan kini dialihkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menurut Djoko, memerlukan perencanaan matang dan kuota yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Pada tahun 2024, Kementerian Perhubungan menyediakan kuota sebanyak 85.694 pemudik, sedangkan Kementerian BUMN menyediakan 80.125 pemudik. Djoko memperkirakan, agar dampak penghentian program Mudik Gratis dapat diminimalisir, BUMN harus mampu menyediakan kuota minimal dua kali lipat dari jumlah tersebut, atau sekitar 165.000 pemudik, untuk memenuhi kebutuhan transportasi Lebaran 2025. Tanpa langkah antisipatif yang memadai, potensi peningkatan kecelakaan lalu lintas dan permasalahan sosial lainnya akibat lonjakan pemudik motor dan penggunaan jasa transportasi ilegal akan semakin besar.

Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi alternatif yang mampu menjamin keselamatan dan kenyamanan masyarakat tanpa mengorbankan aspek efisiensi anggaran. Mungkin diperlukan strategi yang lebih terintegrasi, melibatkan berbagai stakeholder dan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi masyarakat, untuk memastikan kelancaran dan keamanan perjalanan mudik Lebaran 2025. Ketidakhadiran program Mudik Gratis berpotensi menimbulkan permasalahan sosial dan ekonomi yang signifikan dan harus diantisipasi dengan serius.

  • Poin-poin penting:
  • Penghentian program Mudik Gratis 2025 oleh Kementerian Perhubungan.
  • Potensi peningkatan pemudik motor dan penggunaan jasa transportasi ilegal.
  • Risiko kecelakaan lalu lintas dan absennya santunan dari PT Jasa Raharja bagi pemudik yang menggunakan transportasi ilegal.
  • Kebutuhan kuota mudik gratis yang signifikan dari BUMN untuk mengantisipasi lonjakan pemudik.
  • Ancaman permasalahan sosial dan ekonomi akibat kebijakan ini.
  • Perlunya solusi alternatif yang menjamin keselamatan dan kenyamanan pemudik.