Keuskupan Agung Ende Tetap Tolak Proyek Geotermal: Pertimbangan Ekologis dan Sosial Budaya Mendominasi

Keuskupan Agung Ende Tetap Tolak Proyek Geotermal: Pertimbangan Ekologis dan Sosial Budaya Mendominasi

Keuskupan Agung Ende (KAE) kembali menegaskan penolakannya terhadap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geotermal) di wilayahnya yang meliputi Kabupaten Ende dan Ngada, serta Nagekeo. Sikap tegas ini disampaikan menyusul audiensi dengan perwakilan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT PLN, dan beberapa perusahaan pengembang energi geotermal. Audiensi yang dihadiri Vikaris Jenderal KAE, Romo Frederikus Dhedhu, bertujuan untuk membahas kekhawatiran Gereja terhadap dampak proyek tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan pemerintah dan perusahaan memaparkan rencana pengembangan proyek geotermal di Flores, termasuk penjelasan mengenai kondisi kelistrikan pulau tersebut dan upaya pengembangan pembangkit listrik baru. Mereka juga menyatakan harapan untuk membuka dialog lebih lanjut mengenai potensi dan dampak proyek ini. Namun, Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD, melalui Romo Frederikus, menyampaikan bahwa KAE telah memiliki sikap tegas yang tertuang dalam surat gembala, baik pada 6 Januari 2025 maupun surat gembala tahun yubileum dan prapaskah 2025. Penolakan ini, ditegaskan Romo Frederikus, tidak akan berubah.

Alasan penolakan KAE didasarkan pada sejumlah pertimbangan penting yang berkaitan erat dengan kondisi geografis, sosial, dan budaya masyarakat di wilayah Keuskupan Agung Ende. Secara geografis, wilayah tersebut didominasi oleh daerah pegunungan dan perbukitan dengan lahan terbatas untuk pemukiman dan pertanian. Lebih dari 80% umat KAE bergantung pada pertanian sebagai mata pencaharian utama. Ketergantungan ini sangat berisiko terhadap potensi dampak negatif pengembangan proyek geotermal terhadap ketersediaan sumber daya air, mengingat sumber air permukaan di wilayah tersebut relatif terbatas. Kerusakan atau kelangkaan air akibat eksploitasi geotermal dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial yang serius bagi masyarakat.

Selain itu, KAE juga mempertimbangkan aspek budaya. Aktivitas pertanian di wilayah tersebut telah membentuk dan terintegrasi dengan budaya dan tradisi masyarakat, termasuk struktur sosial dan berbagai ritus tradisional. Proyek geotermal dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan merusak nilai-nilai budaya yang telah lama terpatri dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, KAE akan terus memperjuangkan kepentingan masyarakat dan lingkungan dengan mempertahankan penolakannya terhadap proyek ini. Mgr. Kleden bersama Kuria Keuskupan dan komisi-komisi terkait akan menggelar rapat khusus untuk membahas langkah-langkah selanjutnya dalam menghadapi tekanan dari pihak pengembang.

Keuskupan Agung Ende berkomitmen untuk terus melakukan advokasi dan dialog, namun tetap teguh pada penolakan terhadap proyek geotermal. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan secara matang berbagai aspek yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan dan keberlanjutan masyarakat di wilayah Keuskupan Agung Ende.

Langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Keuskupan Agung Ende meliputi:

  • Menjalin komunikasi intensif dengan pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya.
  • Mendialokasikan sumber daya dan keahlian internal untuk memastikan efektivitas advokasi.
  • Melakukan kajian lebih mendalam mengenai dampak potensial proyek geotermal.
  • Membangun konsolidasi dengan masyarakat dan kelompok-kelompok sipil untuk memperkuat posisi tawar.
  • Menyampaikan aspirasi dan pandangan KAE melalui saluran komunikasi yang tepat dan efektif.