Komisi VI DPR Soroti Praktik Penyewaan Lahan PTPN di Puncak Picu Kerusakan Lingkungan dan Banjir
Komisi VI DPR RI Kecam Penyewaan Lahan PTPN di Puncak, Bogor
Komisi VI DPR RI menyoroti praktik penyewaan lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Anggota Komisi VI, Abdul Hakim Bafagih, mengungkapkan keprihatinannya atas alih fungsi lahan perkebunan yang marak terjadi akibat praktik tersebut. Ia menegaskan bahwa praktik ini berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan memicu bencana banjir yang merugikan masyarakat.
"Kita berduka atas musibah banjir yang terjadi. Dampaknya sangat besar, ada korban jiwa dan infrastruktur rusak. Salah satu penyebabnya adalah alih fungsi lahan PTPN," ujar Abdul Hakim dalam rapat kerja dengan PTPN.
Abdul Hakim mengingatkan PTPN untuk fokus pada optimalisasi lahan melalui kegiatan perkebunan yang menjadi core business perusahaan. Ia menilai penyewaan lahan sebagai cara pintas yang tidak bertanggung jawab dan mengabaikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
"PTPN seharusnya memaksimalkan potensi dari lahan yang dimiliki dan mencari keuntungan utama lewat hasil perkebunan, bukan malah menyewakannya ke pihak lain," tegasnya.
Desakan untuk Penertiban dan Transparansi
Lebih lanjut, Abdul Hakim mendesak Direktur Utama Holding PTPN III, Muhammad Abdul Ghani, untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap praktik penyewaan lahan dan mengungkap oknum-oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan wewenang. Ia meminta PTPN untuk bertindak transparan dan melaporkan temuan-temuan investigasi kepada publik.
"Ada indikasi okupasi lahan seluas 500 hektare oleh oknum-oknum tertentu. Ini harus diungkap ke publik agar tidak ada yang ditutup-tutupi," tegas Abdul Hakim.
Ia juga menekankan pentingnya mengembalikan ruh PTPN sebagai perusahaan perkebunan negara yang fokus pada pengelolaan lahan untuk kepentingan masyarakat dan negara, bukan sekadar mencari keuntungan dari penyewaan lahan.
PTPN Akui Kelalaian dalam Pengelolaan Lahan
Sebelumnya, PTPN mengakui adanya kelalaian dalam pengelolaan lahan di kawasan Puncak yang diduga menjadi salah satu penyebab banjir besar di wilayah Jabodetabek pada awal Maret 2025. Direktur Utama Holding PTPN III, Muhammad Abdul Ghani, menyatakan bahwa pihaknya menyadari adanya kekurangan dalam pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan.
"Dengan kejadian banjir awal Maret, kami menyadari bahwa ada sesuatu yang kami lalai," kata Abdul Ghani.
Ia menjelaskan bahwa dari total luas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN di kawasan Gunung Mas sebesar 1.623 hektare, sekitar 500 hektare atau 31 persen telah diokupasi. Bentuk okupasi tersebut terdiri dari dua kategori, yakni lahan yang ditanami sayuran dan lahan yang digunakan untuk pembangunan vila liar.
Selain itu, terdapat 306 hektare lahan yang dikerjasamakan dengan 33 mitra, sementara 235,52 hektare digunakan untuk tanaman teh. PTPN juga memiliki lahan cadangan yang akan diremajakan untuk perbaikan ekosistem.
Upaya Penertiban dan Pemulihan Ekosistem
Abdul Ghani menambahkan bahwa PTPN telah memiliki rencana untuk menyelesaikan masalah okupasi lahan dan bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN untuk melakukan penertiban. Ia juga berkomitmen untuk memulihkan ekosistem di kawasan Puncak melalui program reboisasi dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan.
Rincian Penggunaan Lahan PTPN di Gunung Mas:
- Total HGU: 1.623 Hektare
- Lahan Terokupasi: 500 Hektare (31%)
- Sayuran
- Vila Liar
- Lahan Kerjasama: 306 Hektare (33 Mitra)
- Tanaman Teh: 235,52 Hektare
- Lahan Cadangan (Reboisasi): Sisa Luas Lahan