Jaringan Penipuan Kripto Terungkap: Tiga Tersangka di Indonesia Terlibat Pembuatan Rekening Fiktif dan Pengiriman Peralatan ke Malaysia

Jaringan Penipuan Kripto Terungkap: Tiga Tersangka di Indonesia Terlibat Pembuatan Rekening Fiktif dan Pengiriman Peralatan ke Malaysia

Jakarta - Bareskrim Polri berhasil mengungkap peran krusial tiga tersangka yang telah ditangkap dalam kasus penipuan investasi daring berkedok mata uang kripto dan perdagangan saham. Ketiganya diduga kuat terlibat secara aktif dalam memfasilitasi aksi kejahatan tersebut, yang merugikan banyak korban.

Brigjen Himawan Bayu Aji, Dirtpidsiber Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa total ada enam tersangka yang terlibat dalam kasus ini. Dari jumlah tersebut, lima adalah Warga Negara Indonesia (WNI), dengan tiga di antaranya telah berhasil diamankan, yaitu AN, MSD, dan WZ. Dua WNI lainnya, AW dan SR, saat ini masih dalam status buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Sementara itu, seorang Warga Negara Malaysia (WN) berinisial LWC, yang diduga sebagai otak utama dari jaringan penipuan ini, telah menjadi target red notice yang diajukan Polri melalui koordinasi dengan Interpol.

"LWC sudah kami tetapkan sebagai tersangka, dan kami akan menerbitkan red notice kepada Interpol untuk mempercepat proses penangkapannya," tegas Brigjen Himawan dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada hari Rabu (19/3/2025).

Peran Masing-Masing Tersangka

Brigjen Himawan kemudian memaparkan secara detail peran masing-masing tersangka yang telah berhasil ditangkap:

  • WZ: Ditangkap pada tanggal 9 Maret di Medan, Sumatera Utara. WZ berperan sebagai koordinator dalam pembuatan layer nominee kripto dan perusahaan-perusahaan fiktif yang digunakan untuk menerima uang hasil penipuan dari para korban di wilayah Medan. WZ telah menjalankan aktivitas ilegal ini sejak tahun 2021.

    Selain membuat perusahaan fiktif, WZ juga bertanggung jawab mengirimkan handphone yang telah terinstal aplikasi perbankan dan exchanger kripto. Dia mengaku mengirimkan perangkat-perangkat tersebut melalui jasa ekspedisi, bahkan mengantarkannya langsung kepada LWC di Malaysia.

    "Tersangka mengakui telah mengirimkan lebih dari 500 unit handphone beserta lebih dari 1.000 akun aplikasi perbankan dan exchanger kripto yang siap digunakan pada ponsel tersebut," ungkap Brigjen Himawan.

    WZ juga mengakui bahwa dirinya mengetahui bahwa handphone dan akun-akun tersebut akan digunakan untuk pencucian uang yang berasal dari kegiatan penipuan.

  • MSD: Ditangkap pada tanggal 1 Maret di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa MSD telah bekerja sejak Oktober 2024. Tugasnya adalah mencari orang yang bersedia identitasnya digunakan untuk membuat akun exchanger kripto dan rekening bank di wilayah Medan. Sebagai imbalan, MSD memberikan uang sebesar Rp 200.000 - Rp 250.000 per bank.

    MSD juga diperintahkan oleh WZ untuk mengirimkan handphone yang sudah terinstal akun exchanger kripto dan internet banking kepada LWC, baik melalui jasa pengiriman maupun mengantarkannya langsung ke Malaysia.

  • AN: Ditangkap pada tanggal 20 Februari di Tangerang, Banten. AN berperan dalam membantu pembuatan perusahaan dan rekening nominee yang digunakan untuk pencucian uang hasil kejahatan ini. AN bekerja sejak Oktober 2024 atas perintah AW dan SR, yang saat ini berstatus DPO.

Modus Operandi Penipuan

Brigjen Himawan menjelaskan bahwa para pelaku menggunakan media sosial Facebook untuk menarik korban agar berinvestasi trading saham dan kripto pada platform JYPRX, SYIPC, dan LEEDSX. Setelah korban bergabung ke dalam grup WhatsApp (WA), mereka diyakinkan untuk berinvestasi oleh seseorang yang mengaku sebagai Profesor dari Amerika Serikat.

Para korban dijanjikan keuntungan atau bonus yang sangat menggiurkan, berkisar antara 30% hingga 200% setelah bergabung. Korban yang tertarik kemudian diarahkan untuk membuat akun di ketiga platform tersebut.

Namun, alih-alih mendapatkan keuntungan, para korban yang telah berinvestasi justru tidak dapat menarik dana dari akun kripto mereka. Mereka akhirnya menyadari bahwa telah menjadi korban penipuan dan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

Ancaman Hukuman

Para tersangka terancam dijerat dengan berbagai pasal berlapis, termasuk Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, Pasal 3, 4, 5, dan Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penyertaan dalam Tindak Pidana.