DPR Sahkan RUU TNI di Tengah Gelombang Protes, Kekhawatiran Dwifungsi ABRI Mencuat
RUU TNI Disahkan DPR di Tengah Kontroversi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang pada hari Kamis, 20 Maret 2025. Pengesahan ini dilakukan di tengah gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat, terutama mahasiswa, yang menyuarakan kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, sebelumnya menyatakan belum mengetahui secara pasti agenda paripurna DPR, meskipun kemungkinan pengesahan RUU TNI pada hari tersebut terbuka. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, sehari sebelumnya telah mengindikasikan bahwa RUU TNI telah rampung di tingkat Komisi I dan siap untuk dibawa ke rapat paripurna.
Penolakan Publik dan Aksi Demonstrasi
Pengesahan RUU TNI ini menuai penolakan luas dari masyarakat sipil. Kekhawatiran utama adalah potensi dihidupkannya kembali dwifungsi ABRI, yang memberikan peran ganda kepada militer dalam bidang pertahanan dan sosial-politik. Poin-poin krusial dalam RUU TNI yang menjadi sorotan antara lain:
- Penambahan Jabatan Sipil bagi TNI Aktif: RUU ini memperluas kesempatan bagi anggota TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil, yang dikhawatirkan akan mengikis supremasi sipil.
- Kenaikan Usia Pensiun: Perubahan batas usia pensiun bagi prajurit TNI juga menjadi perdebatan, dengan argumentasi bahwa hal ini dapat menghambat regenerasi dan promosi di tubuh militer.
Sehari sebelum pengesahan, demonstrasi mahasiswa mewarnai depan Gedung DPR. Mahasiswa Universitas Trisakti, sebagai salah satu elemen demonstran, dengan tegas menolak RUU TNI dan menuding DPR serta Kementerian Pertahanan berupaya mengembalikan dwifungsi TNI.
"Amanat reformasi adalah bagaimana memberikan supremasi sipil yang seluas-luasnya dan menghentikan militeristik dalam ranah pemerintahan," tegas perwakilan mahasiswa Trisakti.
Para mahasiswa menolak audiensi dengan anggota DPR dan memilih untuk terus menyuarakan penolakan mereka terhadap RUU TNI.
Tanggapan Pemerintah
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menanggapi aksi demonstrasi mahasiswa dengan menyatakan bahwa mereka mungkin belum memahami sepenuhnya materi perubahan dalam RUU TNI. Ia berpendapat bahwa kekhawatiran akan dwifungsi ABRI mungkin berlebihan jika melihat substansi RUU secara komprehensif.
"Semua tuntutan terkait dengan pembahasan rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia saya sudah dengar. Karena itu beri saya kesempatan sebagai Menteri Hukum untuk berkomunikasi dengan pemerintah, dengan pimpinan DPR, dengan anggota Komisi I," ujar Supratman.
Menkumham meminta kesempatan untuk menjelaskan materi perubahan dalam RUU TNI kepada publik dan meyakinkan bahwa RUU tersebut tidak akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Meski demikian, pengesahan RUU TNI telah menjadi realitas, dan implikasinya terhadap hubungan sipil-militer di Indonesia akan terus menjadi perdebatan dan pengawasan publik.