Revisi UU TNI: Fokus Jabatan dan Pensiun, Strategi Pertempuran Masa Depan Terabaikan?
Revisi UU TNI: Fokus Jabatan dan Pensiun, Strategi Pertempuran Masa Depan Terabaikan?
Revisi Undang-Undang TNI yang sedang berjalan menuai kritik karena dinilai hanya berfokus pada aspek teknis seperti perluasan jabatan sipil dan perpanjangan usia pensiun prajurit. Gubernur Lemhannas periode 2022-2023, Andi Widjajanto, menyebut revisi ini sebagai revisi yang "teknokratik" dan bukan "strategis," mengindikasikan adanya kekhawatiran bahwa isu-isu krusial terkait strategi perang masa depan terabaikan.
Kritik Terhadap Fokus Revisi yang Terlalu Sempit
Andi Widjajanto mengungkapkan kekecewaannya terhadap arah revisi UU TNI yang hanya berkutat pada Pasal 47 dan 53. Pasal 47 mengatur tentang perluasan jabatan sipil bagi anggota TNI aktif, sementara Pasal 53 mengatur tentang perpanjangan usia pensiun prajurit. Menurutnya, fokus yang sempit ini mengabaikan kebutuhan mendesak untuk menyesuaikan doktrin dan strategi militer TNI dengan perkembangan ancaman dan teknologi peperangan modern.
"Saya melihat revisi Undang-Undang TNI yang fokus kepada Pasal 47 dan 53 ini, saya menyebutnya revisi yang teknokratik, bukan revisi yang strategis," kata Andi Widjajanto dalam sebuah diskusi di Kompas TV.
Tantangan Perang Modern yang Diabaikan
Andi Widjajanto menyoroti bahwa revisi UU TNI saat ini tidak membahas isu-isu strategis seperti perubahan doktrin kebijakan akibat munculnya perang hibrida seperti yang terjadi dalam konflik Rusia-Ukraina. Ia juga mempertanyakan apakah revisi ini mempertimbangkan implikasi dari penggunaan drone dan fenomena gray zone warfare terhadap operasi militer TNI.
Beberapa poin penting yang seharusnya menjadi perhatian dalam revisi UU TNI:
- Perang Hibrida: Bagaimana doktrin dan strategi TNI harus disesuaikan untuk menghadapi ancaman perang hibrida yang kompleks dan melibatkan berbagai elemen non-militer.
- Penggunaan Drone: Bagaimana TNI dapat memanfaatkan teknologi drone secara efektif dalam operasi militer, termasuk pertahanan wilayah dan pengintaian.
- Perang Wilayah Abu-Abu (Gray Zone Warfare): Bagaimana TNI dapat merespon ancaman yang berada di wilayah abu-abu antara perang dan damai, seperti provokasi, cyber attack, dan disinformasi.
Implikasi Revisi yang Terburu-Buru
Proses pembahasan RUU TNI yang terkesan terburu-buru dan kurang transparan juga menjadi sorotan. Kekhawatiran muncul bahwa revisi ini akan disahkan tanpa mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak terkait, termasuk para ahli strategi militer dan masyarakat sipil.
Andi Widjajanto menambahkan bahwa revisi yang teknokratik ini akan diimplementasikan oleh perwira bintang dua yang menjabat sebagai asisten personalia di Mabes TNI dan Mabes Angkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa fokus utama revisi ini adalah pada aspek administratif dan birokratis, bukan pada peningkatan kemampuan TNI dalam menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks.
Perubahan yang Diusulkan dalam Revisi UU TNI
Revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 mencakup beberapa perubahan penting, antara lain:
- Penambahan Usia Dinas Keprajuritan: Usia pensiun bintara dan tamtama akan ditingkatkan menjadi 58 tahun, sementara usia pensiun perwira dapat mencapai 60 tahun. Bahkan, masa dinas dapat diperpanjang hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional.
- Perluasan Penempatan Prajurit Aktif di Kementerian/Lembaga: Revisi ini akan memperluas peluang penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga negara, dengan alasan meningkatnya kebutuhan akan personel TNI di sektor-sektor tersebut.
Pertanyaan Kritis yang Muncul
Revisi UU TNI yang terfokus pada jabatan dan pensiun menimbulkan pertanyaan kritis:
- Apakah revisi ini benar-benar menjawab kebutuhan TNI dalam menghadapi tantangan keamanan modern?
- Apakah ada kajian mendalam mengenai implikasi dari penempatan prajurit aktif di jabatan sipil terhadap profesionalisme dan netralitas TNI?
- Apakah proses revisi ini sudah melibatkan partisipasi publik yang memadai?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan apakah revisi UU TNI benar-benar akan memperkuat TNI atau justru menimbulkan masalah baru di masa depan.