Kontroversi Penggunaan Krim Pemutih oleh Member aespa: Antara Standar Kecantikan dan Kritik Publik

Kontroversi Penggunaan Krim Pemutih oleh Member aespa: Antara Standar Kecantikan dan Kritik Publik

Penampilan Karina aespa dalam sebuah peragaan busana Prada di Milan, Italia, baru-baru ini menjadi sorotan publik. Kehadirannya yang anggun dalam balutan gaun floral beraksen ruffle dan pita, justru memicu perdebatan di media sosial terkait dugaan penggunaan krim pemutih berlebihan. Warna kulit kaki Karina yang tampak jauh lebih cerah dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, memicu spekulasi penggunaan tone up cream, body paint, bahkan bleaching.

Berbagai komentar bermunculan di platform media sosial. Sebagian netizen mempertanyakan keaslian warna kulit Karina, bahkan ada yang menyayangkan penggunaan produk pemutih tersebut. "Itu bukan stocking putih?" tulis salah satu netizen. Komentar lain yang lebih keras menyatakan, "Mereka harus berhenti menggunakan bleaching karena sangat terlihat dan itu memalukan." Kritik lain bernada lebih halus, menyarankan Karina untuk mengurangi penggunaan tone up cream agar penampilannya terlihat lebih natural. Hal ini bukan pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, member aespa lainnya, Winter, Giselle, dan Ningning, juga menuai perhatian serupa karena perbedaan warna kulit di beberapa bagian tubuh mereka, yang diduga disebabkan oleh aplikasi tone up cream yang tidak merata.

Penggunaan tone up cream sendiri memang lazim di industri kecantikan Korea Selatan. Krim pemutih ini umumnya diaplikasikan pada wajah dan bagian tubuh yang terekspos saat mengenakan pakaian terbuka seperti lengan, punggung, kaki, atau perut. Tujuannya untuk meningkatkan kecerahan kulit dan memenuhi standar kecantikan yang berlaku. Namun, praktik ini memicu pro dan kontra di kalangan penggemar.

Di tengah dukungan penggemar yang mengapresiasi penampilan Karina, banyak netizen internasional mengecam penggunaan produk pemutih tersebut. Mereka melihatnya sebagai cerminan obsesi terhadap kulit putih yang berlebihan di industri hiburan Korea. "Mereka terobsesi kulit putih sampai terlihat tidak ada darah di bawahnya," tulis seorang netizen. "Mereka terlihat pucat karena sudah putih tapi ditimpa tone up cream," tambah netizen lainnya. Sentimen ini menunjukkan adanya keresahan akan standar kecantikan yang dianggap tidak sehat dan tidak realistis.

Beberapa netizen membela para idol, dengan berargumen bahwa penggunaan body makeup merupakan praktik umum di industri hiburan global, termasuk di Korea. Mereka juga mengemukakan kemungkinan perbedaan warna kulit disebabkan oleh faktor pencahayaan. Namun, perdebatan ini tetap menyoroti dilema antara tuntutan estetika industri hiburan dan kepentingan kesehatan serta penerimaan diri. Kontroversi ini menggarisbawahi pentingnya diskusi terbuka tentang standar kecantikan dan dampaknya terhadap artis dan masyarakat luas. Apakah obsesi akan kulit putih benar-benar selayaknya dipertahankan? Pertanyaan tersebut menjadi bahan renungan di tengah perdebatan yang terus berkembang.

Berikut poin-poin penting yang perlu diperhatikan dalam kontroversi ini:

  • Penggunaan tone up cream dan produk pemutih lainnya oleh member aespa.
  • Perbedaan pendapat di antara penggemar mengenai praktik tersebut.
  • Kritik terhadap standar kecantikan Korea yang terobsesi dengan kulit putih.
  • Perdebatan mengenai penggunaan body makeup di industri hiburan.
  • Dampak kontroversi terhadap persepsi publik terhadap industri kecantikan dan hiburan Korea.