Aksi Blokade Gedung DPR Warnai Jelang Pengesahan RUU TNI yang Kontroversial
Aksi Protes Warnai Proses Pengesahan RUU TNI
Jakarta - Suasana di depan Gedung DPR RI memanas menjelang pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sejak Rabu (19/3/2025) malam, sekelompok massa melakukan aksi blokade di sejumlah akses masuk ke kompleks parlemen. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap RUU TNI yang dinilai kontroversial dan berpotensi mengancam kebebasan sipil.
Massa aksi mendirikan tenda dan bermalam di depan Gerbang Pancasila sebagai simbol perlawanan. Mereka menyatakan kekhawatiran mendalam terhadap isi RUU TNI, khususnya terkait pasal-pasal yang dianggap memberikan kewenangan berlebihan kepada militer.
Salah seorang peserta aksi, Nina, mengungkapkan bahwa aksi blokade ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi terhadap kemungkinan pengesahan RUU secara diam-diam, seperti yang terjadi pada pengesahan omnibus law sebelumnya. "Kami khawatir pengesahan RUU yang bermasalah ini akan terus terjadi secara kontinu," ujarnya.
Massa aksi memilih untuk memblokade akses belakang Gedung DPR, karena menganggap pengamanan di pintu depan terlalu ketat. Mereka berharap aksi ini dapat mengganggu proses masuk anggota DPR dan menunda pengesahan RUU.
Kritik Terhadap Pasal 9 RUU TNI
Salah satu poin krusial yang menjadi sorotan massa aksi adalah Pasal 9 RUU TNI. Pasal ini dinilai memberikan kewenangan kepada TNI untuk mengecam atau merepresi segala bentuk aksi mogok atau bentrok komunal yang dianggap merugikan masyarakat. Nina berpendapat bahwa pasal ini berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi yang seharusnya dilindungi.
"Setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya. Namun, aturan dalam Pasal 9 RUU TNI justru mengancam hak tersebut," tegasnya. Ia berharap aksi ini dapat mendorong masyarakat sipil untuk terus berjuang melawan RUU yang dianggap problematik.
Tuntutan Massa Aksi
Dalam aksi tersebut, massa aksi menyampaikan sejumlah tuntutan utama, antara lain:
- Menolak revisi UU TNI.
- Menolak dwifungsi militer.
- Menarik militer dari jabatan sipil dan mengembalikan TNI ke barak.
- Melakukan reformasi institusi TNI secara menyeluruh.
- Membubarkan komando teritorial.
- Mengusut tuntas kasus korupsi dan bisnis militer.
Aksi blokade ini menjadi simbol perlawanan terhadap RUU TNI yang dinilai kontroversial. Massa aksi berharap suara mereka dapat didengar oleh para pembuat kebijakan dan RUU tersebut dapat dikaji ulang demi menjaga kebebasan sipil dan supremasi hukum.
Aksi ini menunjukan bahwa masyarakat sipil memiliki kepedulian terhadap proses legislasi yang sedang berjalan, dan tidak takut untuk menyuarakan pendapat mereka apabila ada undang-undang yang di anggap tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.