Alih Fungsi Lahan dan Minimnya Resapan Air Dituding Jadi Biang Kerok Banjir Bekasi
Alih Fungsi Lahan dan Minimnya Resapan Air Dituding Jadi Biang Kerok Banjir Bekasi
Jakarta - Bencana banjir yang melanda Bekasi, Jawa Barat, menjadi sorotan serius pemerintah pusat. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyoroti alih fungsi lahan dan berkurangnya daerah resapan air sebagai faktor signifikan yang memperparah dampak banjir. Pernyataan ini disampaikan saat Zulhas meninjau langsung lokasi terdampak banjir di Perumahan Villa Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Bekasi, pada Rabu (19/3/2025).
"Kondisi ini diperburuk oleh alih fungsi lahan dan menyusutnya zona resapan air, selain faktor cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini," tegas Zulhas di lokasi.
Pemerintah, menurut Zulhas, berkomitmen untuk memperkuat pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara berkelanjutan. Upaya ini meliputi penataan wilayah hulu sungai, pencegahan alih fungsi lahan di zona perlindungan, peningkatan resapan air, serta perbaikan pengelolaan sampah secara komprehensif. Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengurangi risiko banjir di masa mendatang.
Banjir yang melanda Bekasi sejak Selasa (4/3/2025) hingga Rabu (5/3/2025) telah berdampak pada 61.658 jiwa yang tersebar di 16 kecamatan di Kabupaten Bekasi. Di Kota Bekasi, lebih dari 16.000 keluarga di 12 kecamatan turut merasakan dampak serupa. Perumahan Villa Jatirasa menjadi salah satu wilayah yang paling parah terkena banjir, dengan ketinggian air mencapai 4 meter, setara dengan satu lantai rumah.
Selain meninjau Villa Jatirasa, Zulhas juga menyempatkan diri mengunjungi tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang. TPST ini memiliki luas 117 hektar dan menerima sekitar 7.700 ton sampah per hari. Kondisi ini menyebabkan TPST Bantargebang mengalami kelebihan kapasitas, dengan ketinggian timbunan sampah mencapai lebih dari 40 meter.
Zulhas menekankan bahwa masalah sampah di Bantargebang mencerminkan permasalahan serupa yang dihadapi oleh kota-kota besar lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah mendorong percepatan pengelolaan sampah berbasis teknologi, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan teknologi RDF (Refuse-Derived Fuel). Diharapkan dengan teknologi tersebut masalah sampah dapat teratasi dan sekaligus menghasilkan energi terbarukan.
Solusi Pemerintah Mengatasi Banjir
Untuk mengatasi masalah banjir yang terjadi di Bekasi dan wilayah lain, pemerintah telah merancang beberapa solusi jangka panjang dan jangka pendek. Solusi ini meliputi:
- Penataan Daerah Aliran Sungai (DAS): Pemerintah akan melakukan penataan di wilayah hulu sungai, termasuk reboisasi dan normalisasi sungai.
- Pengendalian Alih Fungsi Lahan: Pemerintah akan memperketat pengawasan terhadap alih fungsi lahan dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku pelanggaran.
- Peningkatan Resapan Air: Pemerintah akan mendorong pembangunan infrastruktur resapan air, seperti sumur resapan dan taman vertikal.
- Perbaikan Pengelolaan Sampah: Pemerintah akan meningkatkan kapasitas TPST dan mendorong penggunaan teknologi pengolahan sampah modern.
- Pembangunan Infrastruktur Pengendali Banjir: Pemerintah akan membangun infrastruktur pengendali banjir, seperti waduk, tanggul, dan kanal.
Dengan solusi yang komprehensif dan terintegrasi, pemerintah berharap dapat mengurangi risiko banjir dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Bekasi dan sekitarnya.
Dampak Perubahan Iklim Semakin Nyata
Banjir yang terjadi di Bekasi menjadi bukti nyata dampak perubahan iklim yang semakin terasa. Curah hujan ekstrem dan kenaikan permukaan air laut menjadi faktor utama penyebab banjir. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan perubahan iklim. Dengan upaya bersama, kita dapat melindungi diri dari dampak buruk perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.