Polemik Review Makanan: Kemendag Soroti Dampak Vlogger, BPOM Siapkan Regulasi Pengawasan
Kontroversi Ulasan Makanan: Pemerintah Merespon Fenomena Food Vlogger
Gelombang perdebatan mengenai ulasan makanan daring semakin memanas setelah sorotan dari DPR RI terhadap potensi kerugian yang dialami produsen dan konsumen. Kasus antara Clairmont dan food vlogger Codeblu menjadi contoh nyata yang memicu perhatian pemerintah.
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada awal Maret 2025, menyampaikan kekhawatiran atas maraknya food vlogger yang dinilai meresahkan. Ia menyoroti kurangnya antisipasi Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam melindungi konsumen dan produsen dari dampak negatif yang mungkin timbul akibat ulasan-ulasan tersebut. Kritik ini muncul seiring dengan viralnya kasus antara toko kue Clairmont dan food vlogger Codeblu, di mana Clairmont merasa dirugikan oleh ulasan negatif yang diberikan.
Tanggapan Kemendag dan Perlindungan Konsumen
Menanggapi isu ini, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang, menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan perlindungan kepada penjual makanan sebagai pelaku usaha. Vlogger yang membeli dan mengonsumsi makanan untuk direview juga dikategorikan sebagai konsumen.
Moga Simatupang menjelaskan:
- Konsumen wajib beritikad baik dalam melakukan transaksi.
- Konsumen berhak meminta ganti rugi jika dirugikan akibat makanan yang tidak sesuai.
- Konsumen dapat menuntut pelaku usaha ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau Pengadilan jika tidak ada tanggung jawab.
Namun, Kemendag juga menyoroti bahwa jika seorang vlogger mendapatkan keuntungan ekonomi dari konten ulasan makanan, maka ia juga dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha. Dalam hal ini, konten yang merendahkan produk lain dan merugikan pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf i UUPK, dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun atau denda Rp 2 miliar.
BPOM Siapkan Aturan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan
Di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang menyusun aturan baru untuk memperkuat pelibatan masyarakat dalam pengawasan obat dan makanan. Koordinator Humas BPOM, Eka Rosmala, menyatakan bahwa aturan ini akan mencakup partisipasi masyarakat dalam pengawasan pangan olahan, termasuk yang bukan siap saji. BPOM telah menggelar konsultasi publik terkait rancangan peraturan ini.
Rancangan peraturan BPOM ini mendorong masyarakat untuk:
- Memberikan informasi dan/atau laporan kepada Kepala BPOM.
- Berperan aktif dalam penyebaran informasi mengenai keamanan, khasiat, mutu, label, penandaan, promosi, dan/atau iklan produk farmasi dan pangan olahan.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa aturan ini bertujuan melindungi hak konsumen dan produsen dari potensi penyalahgunaan dalam ulasan produk makanan, kosmetik, dan obat-obatan. BPOM menyadari pentingnya kebebasan berpendapat, namun perlu ada tata cara yang jelas agar ulasan tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
BPOM berencana meminta masukan dari berbagai kementerian dan pihak terkait, termasuk influencer, dalam penyusunan aturan ini. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggapi fenomena food vlogger dan dampaknya terhadap industri makanan serta perlindungan konsumen.