Revisi UU TNI Resmi Disahkan DPR, Pemerintah Tegaskan Tanpa Intervensi Presiden
Revisi UU TNI Resmi Disahkan DPR, Pemerintah Tegaskan Tanpa Intervensi Presiden
Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, yang diselenggarakan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025). Pengesahan ini menandai babak baru dalam regulasi yang mengatur peran dan fungsi TNI di Indonesia.
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjafruddin, dalam keterangannya kepada wartawan usai pengesahan, menegaskan bahwa proses pembahasan hingga pengesahan RUU TNI ini merupakan hasil kesepakatan bersama antara pemerintah dan DPR RI. Ia juga membantah adanya permintaan khusus dari Presiden RI Prabowo Subianto untuk mempercepat atau memuluskan jalannya revisi UU TNI.
"Itu semuanya adalah hasil kesepakatan Pemerintah dengan DPR. Tidak ada permintaan presiden," ujar Sjafrie dengan tegas. Ia menambahkan bahwa Presiden Prabowo justru mengingatkan agar proses revisi UU TNI dilakukan sesuai dengan ketentuan dan mekanisme hukum yang berlaku.
Ketua DPR Puan Maharani, yang memimpin rapat paripurna, menanyakan persetujuan dari seluruh fraksi terkait pengesahan RUU TNI menjadi UU. Pertanyaan ini dijawab serentak oleh anggota DPR dengan kata "Setuju," yang kemudian disahkan dengan ketukan palu oleh Puan Maharani, disambut tepuk tangan meriah dari anggota dewan yang hadir.
Sebelum pengesahan, Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Utut Adianto, dalam pidatonya menyampaikan apresiasi kepada perwakilan pemerintah yang hadir dalam proses pembahasan RUU TNI. Ia berharap UU TNI yang baru ini dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi bangsa dan negara Indonesia.
"DPR menyelenggarakan rapat paripurna dalam rangka pengesahan RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pengesahan UU ini diharapkan dapat memberi manfaat besar bagi bangsa dan negara," kata Utut Adianto.
Revisi UU TNI ini sebelumnya menuai berbagai kritik dan penolakan dari berbagai pihak. Beberapa poin krusial yang menjadi sorotan dalam revisi ini mencakup perubahan pada:
- Pasal 3 mengenai kedudukan TNI,
- Pasal 7 mengenai tugas pokok TNI,
- Pasal 53 mengenai usia pensiun prajurit,
- Pasal 47 terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.
Perubahan-perubahan ini dinilai oleh sebagian kalangan dapat berpotensi menimbulkan masalah baru dan mengganggu keseimbangan antara kekuatan militer dan sipil di Indonesia. Meskipun demikian, pemerintah dan DPR berpandangan bahwa revisi ini diperlukan untuk menyesuaikan UU TNI dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pertahanan negara.
Dengan disahkannya revisi UU TNI ini, diharapkan TNI dapat semakin profesional, modern, dan mampu menjalankan tugas pokoknya dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Implementasi dari UU ini akan menjadi kunci untuk melihat efektivitas dan dampak dari perubahan-perubahan yang telah disetujui.