Revisi UU TNI Disahkan: DPR Fokus pada Tiga Aspek Krusial, Ini Rinciannya

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) TNI dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (20/3/2025). Ketua DPR, Puan Maharani, menegaskan bahwa perubahan dalam UU ini difokuskan pada tiga substansi utama yang dinilai krusial bagi peningkatan kinerja dan adaptasi TNI terhadap tantangan zaman.

"Berdasarkan hasil pembahasan materi, kami menyepakati dan menyetujui RUU TNI yang dibahas secara fokus hanya pada tiga substansi utama," kata Puan dalam forum tersebut.

Tiga Fokus Utama Revisi UU TNI

  1. Pasal 7: Perluasan Tugas Pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

    Revisi pada pasal ini memperluas cakupan tugas pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Semula terdapat 14 tugas pokok, kini bertambah menjadi 16. Penambahan ini mencerminkan kebutuhan akan peran TNI dalam menghadapi ancaman non-tradisional. Dua tugas baru yang ditambahkan meliputi:

    • Membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber.
    • Membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

    Penambahan tugas ini menunjukkan pengakuan terhadap perkembangan teknologi dan kompleksitas ancaman global. Keterlibatan TNI dalam keamanan siber menjadi semakin penting mengingat meningkatnya serangan siber yang dapat mengancam infrastruktur vital negara.

  2. Pasal 47: Penempatan Prajurit Aktif di Kementerian/Lembaga

    Revisi ini memperluas kesempatan bagi prajurit aktif TNI untuk ditempatkan di berbagai kementerian dan lembaga negara. Semula, prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan di 10 kementerian/lembaga, namun kini diperluas menjadi 14 institusi. Penambahan empat institusi tersebut adalah:

    • Badan Keamanan Laut (Bakamla)
    • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
    • Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
    • Kejaksaan Agung

    Penempatan prajurit TNI di lembaga-lembaga ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan sinergi antar instansi dalam menghadapi berbagai tantangan, seperti keamanan maritim, bencana alam, terorisme, dan penegakan hukum. Penugasan ini tetap harus berdasarkan permintaan dari pimpinan kementerian/lembaga dan tunduk pada peraturan administrasi yang berlaku.

    Penting untuk dicatat, di luar penempatan pada 14 kementerian/lembaga yang telah disebutkan, anggota TNI dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Hal ini untuk menjaga profesionalisme dan menghindari potensi konflik kepentingan.

  3. Pasal 53: Penambahan Masa Dinas Keprajuritan

    Revisi pada pasal ini mengatur mengenai penambahan masa dinas keprajuritan. Perubahan ini dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan kebutuhan organisasi. Masa dinas yang semula diatur sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama, mengalami penambahan sesuai dengan jenjang kepangkatan.

    Perpanjangan usia pensiun ini diharapkan dapat mempertahankan personel yang berpengalaman dan kompeten di dalam organisasi TNI. Selain itu, juga memberikan kesempatan bagi prajurit untuk mengembangkan karier dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi negara.

Puan Maharani menegaskan bahwa revisi UU TNI tetap berpegang pada nilai dan prinsip demokrasi serta supremasi sipil. Pemerintah dan DPR berkomitmen untuk memastikan bahwa perubahan ini selaras dengan hak asasi manusia serta ketentuan hukum nasional dan internasional yang berlaku. Revisi UU TNI ini diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, efektivitas, dan adaptabilitas TNI dalam menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks di masa depan.