Eskalasi Konflik: Israel Tangkal Serangan Rudal Yaman, Houthi Klaim Targetkan Bandara Ben Gurion dengan Rudal Hipersonik
Israel Berhasil Menangkal Serangan Rudal dari Yaman, Houthi Mengklaim Bertanggung Jawab
Sistem pertahanan udara Israel berhasil mencegat sebuah rudal yang diluncurkan dari wilayah Yaman pada hari Kamis (20/3/2025), menandai eskalasi terbaru dalam konflik regional yang sedang berlangsung. Kelompok Houthi, yang berbasis di Yaman, segera mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, dan menyatakan bahwa mereka menargetkan Bandara Internasional Ben Gurion di Israel dengan rudal balistik hipersonik.
Menurut laporan dari militer Israel yang dikutip oleh AFP dan Al Arabiya, sirene peringatan serangan udara berbunyi di beberapa wilayah Israel setelah deteksi peluncuran rudal menuju negara tersebut. Kepolisian Israel juga mengonfirmasi bahwa sirene terdengar di area Tel Aviv dan Yerusalem, menunjukkan jangkauan potensial dari ancaman tersebut.
"Sebuah rudal yang diluncurkan dari Yaman telah berhasil dicegat oleh Angkatan Udara Israel (IAF) sebelum memasuki wilayah udara Israel. Prosedur peringatan dini telah diaktifkan sesuai protokol yang berlaku," demikian pernyataan resmi dari militer Israel. Pihak berwenang juga melaporkan bahwa layanan ambulans Israel tidak menerima laporan mengenai korban luka serius akibat insiden ini.
Klaim Tanggung Jawab dan Ancaman Houthi
Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah insiden itu, kelompok Houthi mengklaim bertanggung jawab atas serangan rudal tersebut. Mereka secara spesifik menyatakan bahwa pasukan mereka telah menargetkan Bandara Ben Gurion dengan "rudal balistik hipersonik". Klaim ini belum dapat diverifikasi secara independen, namun menunjukkan peningkatan kapabilitas dan ambisi kelompok tersebut.
Kelompok Houthi, yang merupakan bagian dari aliansi "poros perlawanan" yang didukung oleh Iran dan menentang Israel serta Amerika Serikat, telah aktif meluncurkan serangan terhadap kapal-kapal komersial di jalur pelayaran internasional di Laut Merah dan wilayah Israel sejak konflik berkecamuk di Jalur Gaza. Tindakan ini diklaim sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Latar Belakang dan Eskalasi Konflik
Serangan-serangan Houthi sempat mereda selama berlangsungnya gencatan senjata di Jalur Gaza yang dimulai pada pertengahan Januari. Namun, aktivitas mereka kembali meningkat setelah Amerika Serikat melancarkan serangan mematikan yang menargetkan posisi Houthi di Yaman pada Sabtu (15/3). Hal ini menunjukkan bahwa tindakan AS, alih-alih menekan kelompok tersebut, justru memicu respons yang lebih agresif.
Amerika Serikat telah berjanji untuk terus menyerang Houthi dengan kekuatan mematikan hingga kelompok yang didukung Iran itu menghentikan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan wilayah Israel. Meskipun demikian, serangan rudal terhadap Israel menunjukkan bahwa Houthi tampaknya tidak terpengaruh oleh serangan AS. Kelompok tersebut bahkan mengklaim telah kembali menyerang kapal induk AS di perairan Laut Merah, meskipun klaim ini belum dikonfirmasi.
Pada hari Selasa (18/3), Houthi juga mengklaim bertanggung jawab atas rudal sebelumnya yang dicegat oleh Israel, dan bersumpah untuk meningkatkan serangan mereka setelah operasi militer besar-besaran dilanjutkan oleh Tel Aviv di Jalur Gaza. Eskalasi ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran atas dampak kemanusiaan dari konflik tersebut.
Dampak Kemanusiaan di Gaza
Pengeboman terbaru Israel terhadap Jalur Gaza, yang berlanjut sejak Selasa (18/3), dilaporkan telah menyebabkan setidaknya 470 orang tewas. Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, dengan kebutuhan mendesak akan bantuan medis, makanan, dan tempat tinggal.
Rangkuman Poin Penting:
- Israel berhasil mencegat rudal yang diluncurkan dari Yaman.
- Houthi mengklaim bertanggung jawab dan menargetkan Bandara Ben Gurion.
- Sirene peringatan berbunyi di Tel Aviv dan Yerusalem.
- Serangan Houthi meningkat setelah serangan AS terhadap posisi mereka di Yaman.
- Konflik yang meningkat memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza.
Situasi ini terus berkembang dan berpotensi mengarah pada eskalasi konflik regional yang lebih luas.