Gelombang Protes RUU TNI Membesar di Kompleks Parlemen, Aspirasi Pembatalan Menguat
Gelombang demonstrasi menentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) semakin intensif di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Ribuan massa aksi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan aktivis perempuan, terus berdatangan menuntut pembatalan pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang.
Kamis (20/03/2025) siang, aksi unjuk rasa yang didominasi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) dan Aliansi Perempuan Indonesia, memadati area depan gerbang utama Gedung DPR RI sekitar pukul 12:11 WIB. Dengan membawa spanduk dan poster bernada penolakan, mereka menyuarakan aspirasi penolakan terhadap potensi kembalinya peran TNI dalam ranah sipil.
Berikut adalah beberapa tuntutan yang dibawa oleh pengunjuk rasa:
- Pembatalan RUU TNI
- Menolak Dwi Fungsi TNI
- Mempertahankan Supremasi Sipil
- Kembalikan TNI ke Barak
"Kembalikan TNI ke barak!" teriak salah seorang orator dari atas mobil komando, menyerukan agar TNI fokus pada tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan negara dan tidak terlibat dalam urusan sipil. Massa aksi menilai, pengesahan RUU TNI berpotensi mengembalikan praktik-praktik yang terjadi pada era Orde Baru, di mana militer memiliki peran ganda dalam pemerintahan dan kehidupan sosial.
Orator tersebut menambahkan, "Jika RUU ini disahkan, kita akan kembali ke era Orde Baru. Kita seharusnya sudah melupakan dwifungsi ABRI. Cukup urusan sipil diurus oleh sipil, jangan sampai militer mengurus urusan sipil." Kekhawatiran utama para demonstran adalah potensi penyalahgunaan wewenang dan tergerusnya supremasi sipil jika TNI diberikan kewenangan yang terlalu luas.
Tidak hanya di gerbang utama, konsentrasi massa juga terlihat di gerbang Pancasila DPR RI di Jalan Pemuda. Di lokasi ini, mahasiswa dari Universitas Nasional (UNAS) turut bergabung dalam aksi unjuk rasa. Mereka membawa spanduk dengan pesan serupa, yaitu menolak RUU TNI dan mempertahankan supremasi sipil. Aksi ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap RUU TNI tidak hanya berasal dari satu kelompok masyarakat saja, tetapi merupakan aspirasi yang meluas di berbagai kalangan. Pengunjuk rasa khawatir RUU ini akan mengembalikan peran dwifungsi ABRI yang represif di masa lalu.
Sampai berita ini diturunkan, negosiasi antara perwakilan pengunjuk rasa dan pihak DPR RI masih berlangsung. Massa aksi menyatakan akan terus bertahan dan menyuarakan aspirasi mereka hingga ada jaminan bahwa RUU TNI tidak akan disahkan tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat sipil. Situasi di sekitar Gedung DPR RI terpantau ramai lancar, namun pengamanan dari pihak kepolisian tetap diperketat untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Pengesahan RUU TNI menjadi polemik karena dianggap berpotensi melanggengkan impunitas dan memberikan ruang bagi militer untuk terlibat dalam ranah sipil. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang mengamanatkan supremasi sipil dan profesionalisme TNI sebagai kekuatan pertahanan negara.