RUU KUHAP: Pengawasan Elektronik dan Perluasan Peran Advokat Jadi Fokus Utama Reformasi Sistem Peradilan Pidana

Reformasi KUHAP: Era Baru Pengawasan dan Perlindungan dalam Sistem Peradilan Pidana

Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tengah menjadi sorotan utama dalam upaya reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi III, menginisiasi perubahan signifikan yang bertujuan untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan mencegah terjadinya praktik kekerasan serta intimidasi selama proses hukum.

Fokus utama dalam revisi KUHAP ini adalah penerapan sistem pengawasan elektronik melalui pemasangan Closed Circuit Television (CCTV) di setiap ruang pemeriksaan dan ruang tahanan. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum, sekaligus meminimalisir potensi terjadinya penyimpangan oleh oknum petugas.

Pengawasan CCTV: Menjamin Transparansi dan Akuntabilitas

Implementasi CCTV di ruang pemeriksaan dan tahanan merupakan respons atas berbagai kasus kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di lingkungan kepolisian dan lembaga pemasyarakatan. Dengan adanya rekaman visual, setiap tindakan yang dilakukan oleh petugas maupun tahanan dapat dipantau dan dievaluasi, sehingga dapat mencegah terjadinya penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, atau tindakan intimidasi lainnya.

Pasal 31 RUU KUHAP secara spesifik mengatur mengenai kewajiban pemasangan CCTV di ruang tahanan dan ruang pemeriksaan. Rekaman CCTV akan menjadi alat bukti yang sah dan dapat digunakan dalam proses penyidikan jika terjadi dugaan pelanggaran hukum. Selain itu, rekaman CCTV juga dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pengacara, keluarga tersangka, dan lembaga pengawas eksternal, untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Perluasan Peran Advokat: Meningkatkan Perlindungan Hukum Bagi Tersangka, Saksi, dan Korban

Selain pengawasan elektronik, revisi KUHAP juga menekankan pada penguatan peran advokat dalam proses peradilan pidana. Selama ini, peran advokat dalam mendampingi klien yang diperiksa masih terbatas pada mencatat dan mendengarkan. Namun, dalam KUHAP yang baru, advokat diberikan kewenangan yang lebih luas untuk membela kepentingan kliennya.

Advokat tidak hanya berhak mendampingi tersangka, tetapi juga saksi dan korban. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap orang yang terlibat dalam proses peradilan pidana mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Advokat juga diberikan hak untuk menyampaikan keberatan jika terjadi intimidasi atau pelanggaran hak-hak kliennya selama proses pemeriksaan.

Restorative Justice: Pendekatan Alternatif dalam Penyelesaian Perkara Pidana

Revisi KUHAP juga mengadopsi prinsip restorative justice sebagai salah satu pendekatan alternatif dalam penyelesaian perkara pidana. Restorative justice menekankan pada pemulihan kerugian yang dialami korban dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat. Pendekatan ini dianggap lebih efektif dalam menyelesaikan perkara-perkara pidana ringan yang tidak menimbulkan dampak yang signifikan bagi masyarakat.

Dengan adanya bab khusus mengenai restorative justice dalam KUHAP yang baru, diharapkan dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan memberikan kesempatan bagi para pelaku untuk memperbaiki diri dan berkontribusi kembali kepada masyarakat. Selain itu, restorative justice juga dapat memulihkan hubungan antara korban dan pelaku, serta menciptakan perdamaian dalam masyarakat.

Revisi KUHAP merupakan langkah penting dalam upaya reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi manusia, KUHAP yang baru diharapkan dapat menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil, efektif, dan humanis.