DPR dan Pemerintah Bahas RUU KUHAP: Penahanan Tersangka Akan Diperketat untuk Cegah Kesewenang-wenangan
RUU KUHAP: Upaya Memperketat Syarat Penahanan Demi Keadilan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah bersiap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bertujuan untuk memperketat syarat penahanan terhadap tersangka tindak pidana. Langkah ini diambil untuk meminimalisir potensi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam melakukan penahanan sebelum proses peradilan.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menjelaskan bahwa KUHAP yang berlaku saat ini memberikan kewenangan yang cukup besar kepada penyidik untuk melakukan penahanan berdasarkan pertimbangan subjektif. Hal ini membuka celah terjadinya penahanan yang tidak berdasar dan merugikan hak-hak tersangka.
"KUHAP yang ada sekarang, penahanan itu sangat subjektif oleh penyidik. Misalnya, ada kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan alat bukti, mengulangi tindak pidana. Kekhawatiran siapa? Ini yang menjadi masalah," ujar Habiburokhman di Gedung DPR RI.
Untuk mengatasi masalah ini, RUU KUHAP yang baru akan mengatur secara lebih rinci dan ketat mengenai syarat-syarat penahanan. Beberapa poin penting yang akan diatur dalam RUU KUHAP antara lain:
- Bukti Permulaan yang Cukup: Penahanan hanya dapat dilakukan jika terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
- Indikasi Kuat: Harus ada indikasi kuat dan nyata bahwa tersangka memiliki niat atau telah melakukan persiapan untuk melakukan tindakan-tindakan yang disebutkan di atas.
- Pertimbangan yang Objektif: Pertimbangan penahanan harus didasarkan pada fakta dan bukti yang objektif, bukan hanya pada kekhawatiran subjektif penyidik.
Habiburokhman menekankan bahwa RUU KUHAP ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi hak-hak tersangka. Dengan adanya aturan yang lebih ketat, diharapkan tidak ada lagi penahanan yang dilakukan secara sewenang-wenang.
"Harus ada perbuatan permulaan untuk melarikan diri, menghilangkan alat bukti, atau mengulangi tindak pidana. Jadi, tidak gampang sewenang-wenang orang ditahan sebelum proses persidangan," tegasnya.
Komisi III DPR RI telah menyelesaikan penyusunan draf RUU KUHAP dan siap untuk dibahas bersama pemerintah. Presiden Prabowo Subianto juga telah mengeluarkan surat presiden (Surpres) untuk menunjuk perwakilan pemerintah dalam pembahasan RUU ini.
"Draf final Rancangan UU KUHAP akan dibahas segera, karena Surpres-nya per hari ini sudah keluar, sudah ditandatangani Presiden RI Pak Prabowo Subianto," kata Habiburokhman.
DPR menargetkan pembahasan RUU KUHAP dapat diselesaikan pada tahun ini dan mulai berlaku pada tahun 2026, bersamaan dengan RUU KUHP yang baru. Diharapkan, dengan adanya KUHAP yang baru, sistem peradilan pidana di Indonesia akan menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel.
"Jadi paling lama dua kali masa sidang. Kalau bisa satu kali masa sidang besok, sudah selesai. Jadi kita sudah punya KUHAP yang baru," pungkas Habiburokhman.
RUU KUHAP ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan aturan yang lebih ketat dan jelas, diharapkan dapat tercipta sistem peradilan yang lebih adil, transparan, dan melindungi hak-hak seluruh warga negara.