Sidang Korupsi Impor Gula, Tom Lembong Pertanyakan Relevansi Saksi dari Kemenperin

Tom Lembong Soroti Keterangan Saksi Ahli dalam Sidang Kasus Impor Gula

Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal dengan Tom Lembong, mempertanyakan relevansi kehadiran saksi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam persidangannya. Hal ini disampaikan Tom Lembong di sela-sela sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Tom Lembong menyatakan kebingungannya atas kesaksian dua pegawai Kemenperin, Edy Endar Sirono dan Cecep Saulah Rahman. Menurutnya, kedua saksi tersebut dihadirkan untuk memberikan keterangan terkait impor gula untuk kebutuhan pasar murah, namun keterangan yang diberikan justru berfokus pada ketiadaan rekomendasi impor gula dari Kemenperin untuk keperluan tersebut.

"Logikanya begini," ujar Tom Lembong, "Jika impor gula ditujukan untuk keperluan industri, tentu diperlukan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Namun, jika impor gula bukan untuk keperluan industri, lalu apa hubungannya dengan Kementerian Perindustrian?" Pertanyaan ini diajukannya untuk menyoroti perbedaan fokus antara dakwaan yang dialamatkan kepadanya dengan keterangan yang diberikan oleh saksi.

Tom Lembong juga menyoroti pernyataan saksi Edy Endar yang mengaku tidak menyaksikan langsung peristiwa terkait rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kemenperin, karena belum menjabat di bidang tersebut pada saat importasi gula dilakukan. Hal ini semakin menambah kebingungannya terkait relevansi kesaksian tersebut.

Lebih lanjut, Tom Lembong mengkritik pertanyaan yang diajukan kepada saksi mengenai syarat-syarat importasi gula yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan. Menurutnya, saksi diperlakukan seolah-olah seorang ahli, padahal pemahaman saksi terhadap peraturan tersebut dinilai kurang memadai.

"Cukup jelas bahwa beliau (saksi) kurang memahami konsekuensi dari pernyataan bahwa ada kewajiban-kewajiban seperti rekomendasi dari Menteri Perindustrian. Jika dibaca secara utuh, Peraturan Menteri Perdagangan yang saya terbitkan sendiri, jelas bahwa hal itu tidak benar," tegasnya.

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Tom Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar atau pasar murah. JPU juga menuding Tom Lembong tidak menunjuk BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk INKOPKAR, INKOPPOL, PUSKOPOL, dan SKKP TNI-Polri.

Selain itu, JPU juga mendakwa Tom Lembong menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa dasar rapat koordinasi antar kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kemenperin.

Atas perbuatannya tersebut, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya orang lain atau korporasi, dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.

Berikut adalah poin-poin dakwaan yang dialamatkan kepada Tom Lembong:

  • Tidak melakukan pengendalian distribusi gula untuk stabilisasi harga.
  • Tidak menunjuk BUMN untuk pengendalian ketersediaan gula.
  • Menerbitkan surat persetujuan impor gula tanpa dasar rapat koordinasi.
  • Menerbitkan surat persetujuan impor gula tanpa rekomendasi Kemenperin.

Kasus ini terus bergulir dan akan memasuki babak baru dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya serta pembuktian di pengadilan.