Alih Fungsi Lahan dan Penyempitan Sungai Dituding Jadi Biang Kerok Banjir Bekasi

Banjir Bekasi: Kemenhut Ungkap Akar Permasalahan

Banjir besar yang melanda Jakarta dan Bekasi pada awal Maret lalu menjadi sorotan tajam. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (Dirjen PDASRH) mengungkapkan serangkaian faktor krusial yang menjadi penyebab utama bencana tersebut. Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Kamis (20/3/2025), Dirjen PDASRH, Dyah Murtiningsih, menyoroti perubahan fungsi lahan dan penyempitan lebar sungai sebagai dua faktor dominan yang memperparah dampak banjir.

Curah Hujan Ekstrem Sebagai Pemicu

Dyah Murtiningsih menjelaskan bahwa curah hujan ekstrem yang terjadi pada periode akhir Februari hingga awal Maret menjadi pemicu utama banjir. Data curah hujan menunjukkan intensitas yang sangat tinggi, melebihi ambang batas normal. Curah hujan dengan intensitas 50-100 mm per 24 jam sudah mengindikasikan potensi banjir dan tanah longsor. Namun, pada periode tersebut, curah hujan mencapai 100-145 mm, yang jelas masuk kategori ekstrem.

Alih Fungsi Lahan: Hilangnya Fungsi Resapan Air

Lebih lanjut, Dyah menyoroti masalah alih fungsi lahan di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Kawasan yang seharusnya berfungsi sebagai area resapan air justru beralih fungsi menjadi kawasan kedap air akibat pembangunan dan perubahan tata ruang. Alih fungsi lahan ini menyebabkan air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah, melainkan melimpas ke permukaan dan memicu banjir.

"Berdasarkan kajian kami, penyebab banjir adalah alih fungsi lahan yang seharusnya merupakan kawasan lindung. Ini yang ada di APL ini yang kemudian menjadi kawasan yang terbangun," ujar Dyah.

Penyempitan Sungai: Hambatan Aliran Air

Faktor lain yang tak kalah penting adalah penyempitan lebar sungai. Dyah mengungkapkan bahwa banyak sungai yang mengalami penyempitan akibat pembangunan di sekitar bantaran sungai. Hal ini mengurangi kapasitas sungai dalam menampung dan mengalirkan air dari hulu ke hilir. Akibatnya, air meluap dan membanjiri kawasan di sekitarnya.

"Kemarin kami juga ke sana, ada alur sungai yang harusnya 11 meter menyempit menjadi 3 meter, dan di atasnya sudah banyak pemukiman, nah ini juga menyebabkan alir melimpah jadi alir sungai yang tadi dari atas ke bawah yang deras sekali dia melimpah, yang pelimpasannya juga turun, dia menggenang," jelasnya.

Sedimentasi dan Pemukiman di Bantaran Sungai

Selain penyempitan, sedimentasi sungai juga menjadi masalah serius. Sedimentasi mengurangi kapasitas tampung sungai, sehingga air mudah meluap. Kondisi ini diperparah dengan keberadaan pemukiman di bantaran sungai yang mengurangi fungsi resapan air.

Solusi Jangka Panjang

Untuk mengatasi masalah banjir secara berkelanjutan, Kemenhut menekankan pentingnya penataan ruang yang baik, pengendalian alih fungsi lahan, normalisasi sungai, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Upaya ini membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Upaya yang Harus Dilakukan:

  • Penataan ruang yang komprehensif dan berkelanjutan
  • Pengendalian alih fungsi lahan secara ketat
  • Normalisasi sungai dan pemeliharaan infrastruktur sungai
  • Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan
  • Penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang dan lingkungan

Dengan penanganan yang komprehensif dan terpadu, diharapkan masalah banjir di Bekasi dan wilayah lain dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan.