Skandal Korupsi PTPN XI: Dua Mantan Pejabat Jadi Tersangka, Kerugian Negara Ditaksir Rp 782 Miliar
Dua Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Korupsi Proyek Pabrik Gula PTPN XI
Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto milik PTPN XI. Proyek yang terintegrasi dengan Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) ini dilaksanakan pada tahun 2016 dan diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Kedua tersangka yang ditetapkan adalah mantan Direktur Utama PTPN XI, Dolly Parlagutan Pulungan, dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PTPN XI, Aris Toharisman. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.
"Benar, sudah ada penetapan dua tersangka dalam kasus ini. Pertama adalah Bapak Dolly Pulungan dan kedua Bapak Aris Toharisman," ungkap Kakortastipidkor Irjen Cahyono Wibowo kepada awak media, Rabu (19/3/2025).
Modus Operandi Korupsi
Menurut Irjen Cahyono, kedua tersangka diduga kuat terlibat dalam serangkaian tindakan yang melanggar hukum, mulai dari perencanaan hingga pembayaran proyek modernisasi PG Djatiroto. Tindakan-tindakan tersebut mengakibatkan proyek tidak selesai sesuai rencana dan menimbulkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara.
Berikut adalah rincian dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kedua tersangka:
- Perencanaan Tanpa Studi Kelayakan: Proyek modernisasi ini diduga digarap tanpa adanya studi kelayakan yang komprehensif. Studi kelayakan penting untuk memastikan bahwa proyek tersebut layak secara ekonomi, teknis, dan lingkungan.
- Pengaturan Pemenang Lelang: Tersangka Aris Toharisman diduga mengatur jalannya lelang proyek untuk memenangkan pihak tertentu, yaitu Konsorsium Hutama-Eurroassiatic-Utam Sucrotech (HEU).
- Pelanggaran Prosedur Lelang: Panitia lelang diduga meloloskan KSO HEU meskipun tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan, seperti tidak memiliki surat dukungan bank dan tidak memiliki bengkel (workshop) di Indonesia.
- Perubahan Kontrak yang Merugikan: Isi kontrak perjanjian proyek diubah-ubah secara tidak sah dan tidak sesuai dengan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS). Perubahan ini termasuk penambahan uang muka sebesar 20 persen dan penambahan pembayaran Letter of Credit (LC) ke rekening di luar negeri.
- Pembayaran yang Tidak Sesuai GCG: Tahapan pembayaran procurement dilakukan dengan mengutamakan keuntungan penyedia barang dan jasa, tanpa mengikuti prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).
- Penandatanganan Kontrak Tidak Sesuai Tanggal: Kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera di dalam kontrak.
- Uji Performa Barang Tidak Sesuai: Pelaksanaan uji performa barang tidak dilakukan secara langsung, sehingga barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipesan.
- Pembayaran Melebihi Ketentuan: Pembayaran uang muka dilakukan sebesar 20 persen, padahal seharusnya hanya 15 persen. Selain itu, terdapat kompensasi yang harus ditanggung oleh PTPN XI yang tidak sesuai dengan aturan.
"Akibat pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh PTPN XI hingga mencapai 90 persen, sementara pekerjaan mangkrak, mengakibatkan kerugian keuangan negara," tegas Irjen Cahyono.
Kerugian Negara Mencapai Ratusan Miliar
Akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Dolly Parlagutan Pulungan dan Aris Toharisman, negara mengalami kerugian yang sangat besar. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara mencapai Rp 570.251.119.814,78 dan 12.830.904,40 dolar AS (setara dengan Rp 211 miliar).
Pasal yang Disangkakan
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menunjukkan komitmen Polri dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Proses hukum terhadap kedua tersangka akan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh fakta dan pihak-pihak yang terlibat dalam skandal korupsi ini.