Dugaan Korupsi Proyek Gula PTPN XI Seret Dua Eks Pejabat Jadi Tersangka

Dua Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pabrik Gula PTPN XI

Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI. Penetapan tersangka ini merupakan babak baru dalam upaya penegakan hukum terhadap dugaan penyimpangan dalam pengelolaan BUMN.

Kedua tersangka yang ditetapkan adalah tokoh kunci, yakni Direktur Utama PTPN XI, Dolly Pulungan, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI, Aris Toharisman. Irjen Cahyono Wibowo, Kakortas Tipikor Polri, mengungkapkan bahwa proyek yang dijalankan oleh kedua tersangka ini terindikasi kuat tidak melalui proses studi kelayakan yang memadai, menimbulkan kerugian negara yang signifikan.

Kronologi Kasus dan Peran Tersangka

Kasus ini bermula pada tahun 2015, ketika PTPN XI menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 650 miliar dari Kementerian BUMN. Dana tersebut dialokasikan untuk pengembangan pabrik gula di bawah naungan PTPN XI, yaitu Pabrik Gula (PG) Djatiroto sebesar Rp 400 miliar dan PG Asembagoes sebesar Rp 250 miliar.

Fokus utama penyidikan saat ini tertuju pada proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto, yang mengusung konsep terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commissioning (EPCC) pada tahun 2016. Proyek ini memiliki nilai fantastis, mencapai Rp 871 miliar. Konsorsium KSO PT Hutama Karya-PT Eurroasiatic-uttam Sucrotech PVT.LTD (KSO HEU) ditunjuk sebagai pelaksana proyek.

Dalam perjalanannya, PTPN XI mengalami defisit anggaran. Untuk menutupi kekurangan tersebut, PTPN XI mengajukan pinjaman tambahan dari Bank BRI sebesar Rp 271 miliar dan PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp 200 miliar.

Irjen Cahyono Wibowo menjelaskan bahwa Dolly Pulungan dan Aris Toharisman memiliki peran sentral dalam pengelolaan proyek yang berpotensi merugikan negara ini. Keduanya diketahui aktif terlibat dalam rapat dengan pihak KSO HEU dan diduga meloloskan konsorsium tersebut sebagai pelaksana proyek, meskipun KSO HEU disinyalir tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam lelang. Persyaratan yang dimaksud adalah tidak adanya surat dukungan bank dan tidak memiliki workshop di Indonesia.

Aris Toharisman juga diduga melakukan penunjukan sepihak terhadap Casetech sebagai konsultan perencana proyek EPCC PG Djatiroto. Lebih lanjut, kontrak dengan Casetech diduga dilakukan secara backdate atau tanggal mundur.

PT Aldaberta Indonesia juga diloloskan dalam tahap lelang atas perintah Aris Toharisman. Ironisnya, proyek EPCC PG Djatiroto tetap dilaksanakan meskipun anggaran pembiayaan tidak mencukupi.

Proyek Mangkrak dan Kerugian Negara

Akibat berbagai penyimpangan tersebut, proyek pengembangan PG Djatiroto akhirnya mangkrak. Meskipun demikian, dana PTPN XI telah dicairkan kepada kontraktor hampir 90 persen. Total kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 782 miliar.

Berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara mencapai Rp 570.251.119.814,78 dan USD 12.830.904,40 (sekitar Rp 211 miliar). Kasus ini masih terus didalami oleh Kortas Tipikor Polri untuk mengungkap potensi keterlibatan pihak lain dan memulihkan kerugian negara.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan BUMN dan nilai kerugian yang sangat besar. Publik berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan para pelaku dapat dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.