Aksi Protes RUU TNI diwarnai Pembakaran Spanduk di Depan Gedung DPR

Aksi demonstrasi menolak pengesahan Revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Jakarta, pada Kamis (20/3/2025) sore, diwarnai dengan pembakaran spanduk dan material lainnya. Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan massa terhadap pengesahan RUU TNI yang dianggap kontroversial dan tidak mewakili aspirasi masyarakat.

Massa yang berkumpul di depan gerbang Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, menyuarakan tuntutan mereka dengan orasi dan meneriakkan yel-yel penolakan terhadap RUU TNI. Sempat terjadi ketegangan ketika massa mencoba memaksa masuk ke halaman Gedung DPR, namun dihadang oleh aparat kepolisian yang berjaga. Akibatnya, massa melampiaskan kekesalan dengan membakar spanduk dan tumpukan sampah di sekitar lokasi aksi. Kobaran api sempat membesar dan mengenai pagar gerbang DPR, menyebabkan asap hitam pekat membumbung tinggi ke udara.

"Kami tetap akan masuk, agar aksi kita berbuah hasil," teriak salah seorang orator di atas mobil komando, menyemangati massa untuk terus berjuang. Orator lainnya menambahkan, "Kami menolak RUU TNI, DPR tidak mewakilkan kami!"

Aparat kepolisian segera bertindak untuk memadamkan api dengan menggunakan mobil water cannon. Meskipun sempat mendapat perlawanan dari massa, upaya pemadaman berhasil dilakukan. Hujan rintik-rintik yang mulai turun juga membantu mempercepat proses pemadaman. Situasi sempat tegang, namun berangsur-angsur terkendali setelah api berhasil dipadamkan.

Pengesahan Revisi UU TNI menjadi UU sendiri dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025. Keputusan ini diambil di tengah gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil yang menilai RUU tersebut berpotensi mengancam supremasi sipil dan memperluas kewenangan TNI secara berlebihan. Ketua DPR RI, Puan Maharani, memimpin rapat paripurna tersebut dan meminta persetujuan dari fraksi-fraksi yang hadir. Mayoritas anggota DPR menyetujui pengesahan RUU TNI menjadi UU.

Berikut adalah poin-poin utama yang menjadi sorotan dalam Revisi UU TNI:

  • Perluasan Kewenangan TNI: RUU ini dinilai memberikan kewenangan yang lebih luas kepada TNI dalam berbagai bidang, termasuk penanganan keamanan dalam negeri. Hal ini dikhawatirkan dapat tumpang tindih dengan kewenangan kepolisian dan berpotensi menimbulkan konflik.
  • Penempatan Jabatan Sipil: RUU ini membuka peluang bagi personel TNI untuk menduduki jabatan sipil di berbagai instansi pemerintah. Hal ini dikritik karena dianggap melanggar prinsip netralitas TNI dan dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan.
  • Masa Jabatan: RUU ini mengatur tentang masa jabatan prajurit TNI. Perubahan aturan terkait masa jabatan ini juga menjadi salah satu poin yang diperdebatkan.

Pengesahan RUU TNI ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, aktivis HAM, dan pengamat politik. Mereka menilai bahwa UU ini akan membawa kemunduran bagi reformasi sektor keamanan dan mengancam demokrasi di Indonesia.

Aksi demonstrasi di depan Gedung DPR merupakan salah satu bentuk ekspresi penolakan masyarakat terhadap RUU TNI. Diharapkan, pemerintah dan DPR dapat mendengarkan aspirasi masyarakat dan melakukan evaluasi terhadap UU TNI agar sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.