Akademisi UGM Gelar Aksi Protes, Suarakan Kekhawatiran Dampak UU TNI Terhadap Iklim Akademik
YOGYAKARTA - Gelombang kekhawatiran terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus bergulir. Kali ini, seorang dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Joash Tapiheru, turut menyuarakan keprihatinannya terkait potensi dampak UU tersebut terhadap kebebasan berekspresi di lingkungan kampus.
Dalam aksi demonstrasi yang diinisiasi oleh Aliansi Jogja Memanggil di depan gedung DPRD DIY pada hari Kamis (20/3/2025), Joash menyampaikan bahwa meskipun UU TNI tidak secara eksplisit membatasi kebebasan akademik, ia khawatir implementasinya di lapangan justru dapat mengarah pada pembungkaman suara-suara kritis di kalangan mahasiswa.
"Kekhawatiran kami adalah akan terjadi seperti itu (pembatasan kebebasan berekspresi). Walaupun tidak tertulis secara eksplisit dalam undang-undang," ungkap Joash.
Ia menambahkan, ketiadaan aturan yang jelas dan terperinci dalam UU TNI membuka celah bagi interpretasi yang subjektif dan berpotensi disalahgunakan. Joash menyoroti bagaimana diskresi dalam penerjemahan dan operasional undang-undang dapat mengikis kebebasan akademik secara perlahan namun pasti.
"Seringkali terjadi diskresi dalam implementasinya. Jika diskresi ini terus berlanjut tanpa adanya protes, maka lama kelamaan akan dianggap sebagai sesuatu yang normal," jelasnya.
Selain menyoroti potensi pembatasan kebebasan akademik, Joash juga mempertanyakan landasan kajian yang mendasari penyusunan UU TNI. Ia mengkritik minimnya daftar pustaka dan referensi dalam dokumen akademik terkait UU tersebut, yang menurutnya mengindikasikan kurangnya kajian mendalam dan komprehensif.
"Sangat berpotensi bahwa UU ini tidak didasari oleh kajian yang mendalam, dengan mempertimbangkan berbagai faktor," tegas Joash.
Sebelumnya, Aliansi Jogja Memanggil telah menggelar aksi unjuk rasa di halaman gedung DPRD DIY untuk menyampaikan penolakan terhadap UU TNI. Mereka menilai UU tersebut cacat prosedural karena beberapa alasan:
- Tidak Masuk Prolegnas: RUU TNI tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
- Tidak Terdaftar dalam RPJMN: RUU TNI tidak terdaftar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
- Minim Partisipasi Publik: Proses penyusunan RUU TNI dinilai kurang melibatkan partisipasi publik.
Juru Bicara Aliansi Jogja Memanggil, Bung Koes, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal isu ini dan menuntut adanya transparansi serta akuntabilitas dalam proses legislasi di Indonesia. Aksi protes ini menjadi sinyal kuat dari kalangan akademisi dan masyarakat sipil yang menginginkan adanya jaminan kebebasan berekspresi dan partisipasi publik dalam setiap proses pengambilan kebijakan.