Gelombang Protes Warnai Pengesahan RUU TNI: Kekhawatiran Dwifungsi TNI Kembali Mengemuka

Gelombang Protes Warnai Pengesahan RUU TNI: Kekhawatiran Dwifungsi TNI Kembali Mengemuka

Jakarta - Pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Aksi unjuk rasa yang digelar di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, menjadi wadah bagi massa untuk menyuarakan penolakan terhadap undang-undang yang dinilai berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI, sebuah konsep kontroversial yang identik dengan era Orde Baru.

Massa aksi membawa berbagai poster dengan pesan-pesan kritis. Salah satu poster yang menarik perhatian menampilkan gambar Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak dengan tulisan sindiran yang mempertanyakan penempatan personel TNI di jabatan-jabatan sipil. Poster lainnya mengingatkan kembali pada memori kelam masa lalu, menyerukan penolakan terhadap militerisme dan menuntut TNI untuk kembali ke barak.

Aspirasi yang Diabaikan

Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Satria Naufal, menyatakan bahwa aksi demonstrasi ini merupakan bentuk kekecewaan atas diabaikannya aspirasi masyarakat terkait RUU TNI. Menurutnya, DPR RI terkesan mengabaikan protes yang telah disuarakan melalui berbagai platform media sosial dan justru mempercepat proses pengesahan RUU TNI melalui sidang paripurna.

Pengamanan Ketat

Menjelang pengesahan RUU TNI, aparat keamanan meningkatkan pengamanan di sekitar Gedung DPR/MPR RI. Sejumlah kendaraan Brimob dan polisi terlihat memasuki kawasan Gerbang Pancasila, menambah keramaian di lokasi tersebut. Kehadiran aparat keamanan ini menunjukkan kesiapan pihak berwenang dalam mengantisipasi potensi gangguan keamanan selama aksi unjuk rasa berlangsung.

Kekhawatiran akan Dwifungsi TNI

Kekhawatiran utama yang mendasari gelombang protes ini adalah potensi kembalinya dwifungsi TNI. Konsep dwifungsi TNI, yang populer di era Orde Baru, memberikan peran ganda kepada militer, yaitu sebagai kekuatan pertahanan negara dan sebagai kekuatan sosial-politik. Kritikus menilai bahwa dwifungsi TNI dapat menyebabkan militerisasi kehidupan sipil, penyalahgunaan kekuasaan, dan menghambat proses demokratisasi.

Tuntutan Aksi

Para peserta aksi unjuk rasa menuntut agar TNI kembali fokus pada tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan negara dan tidak terlibat dalam urusan politik sipil. Mereka menyerukan agar pemerintah dan DPR RI meninjau kembali RUU TNI dan memastikan bahwa undang-undang tersebut selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Mereka khawatir RUU tersebut akan memberikan ruang bagi militer untuk kembali menduduki jabatan-jabatan strategis di pemerintahan, yang seharusnya diisi oleh kalangan sipil.

Berikut adalah poin-poin tuntutan utama dari aksi unjuk rasa:

  • Menolak RUU TNI yang berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI.
  • Menuntut TNI untuk kembali ke barak dan fokus pada tugas pokok pertahanan negara.
  • Meminta pemerintah dan DPR RI untuk meninjau kembali RUU TNI dan memastikan selaras dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
  • Menolak militerisasi kehidupan sipil.
  • Menjamin netralitas TNI dalam politik.

Aksi protes terhadap RUU TNI ini menjadi sinyal kuat bahwa masyarakat sipil akan terus mengawasi dan mengkritisi peran militer dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka berkomitmen untuk menjaga agar TNI tetap profesional, netral, dan tunduk pada supremasi sipil demi menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia.