Aktivis Kalteng Gelar Aksi Kamisan, Kecam UU TNI yang Ancam Supremasi Sipil
Gelombang Penolakan UU TNI Meluas, Aksi Kamisan Kalteng Soroti Ancaman Dwifungsi Militer
Palangka Raya - Gelombang demonstrasi menentang Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus bergulir di berbagai daerah. Di Kalimantan Tengah (Kalteng), para aktivis yang tergabung dalam Aksi Kamisan Kalteng menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kalteng, Palangka Raya, pada hari Kamis lalu.
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap disahkannya UU TNI oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang dinilai membuka celah bagi kembalinya dwifungsi TNI, sebuah konsep yang identik dengan era Orde Baru di mana militer memiliki peran ganda dalam pemerintahan dan kehidupan sosial.
Massa aksi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk mahasiswa, aktivis HAM, dan penggiat demokrasi, membawa poster dan spanduk bertuliskan kecaman terhadap UU TNI. Mereka menyampaikan orasi yang menekankan kekhawatiran akan tergerusnya supremasi sipil dan kemunduran demokrasi jika TNI kembali terlibat dalam urusan politik dan pemerintahan.
Bintang, seorang mahasiswa Universitas Palangka Raya yang turut berorasi, mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan DPR yang mengesahkan UU TNI tanpa melibatkan partisipasi publik yang memadai. Ia menyoroti paradoks yang terjadi, di mana perjuangan reformasi untuk menghapus dwifungsi ABRI justru terancam sia-sia.
"Dulu kita berjuang demi reformasi dan menolak dwifungsi ABRI, tetapi kemudian dwifungsi itu perlahan akan dihidupkan kembali, tentara akan banyak mengisi jabatan-jabatan sipil," ujarnya dengan nada prihatin.
Ancaman bagi Karier Sipil dan Demokrasi
Para pengunjuk rasa juga menyoroti dampak negatif UU TNI terhadap karir masyarakat sipil. Mereka berpendapat bahwa masuknya militer ke ranah sipil akan meniadakan kesempatan bagi masyarakat sipil untuk menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.
"Percuma kita sekolah tinggi-tinggi, bekerja keras merintis karier, kalau kemudian pejabat kita nanti diisi oleh orang militer," seru Bintang, menggambarkan kekecewaan yang dirasakan banyak orang.
Koordinator Aksi Kamisan Kalteng, Wira Surya Wibawa, menegaskan bahwa UU TNI berpotensi mengembalikan praktik dwifungsi TNI, yang akan mengancam kemajuan demokrasi Indonesia yang telah diperjuangkan dengan susah payah.
"Dengan semakin kuatnya gejolak penolakan terhadap RUU TNI, aksi-aksi massa, termasuk Aksi Kamisan, menjadi sangat penting dalam menggemakan suara penolakan tersebut," kata Wira.
Menolak Kembalinya Dwifungsi TNI
Para aktivis Kalteng berpendapat bahwa dwifungsi TNI pada masa Orde Baru telah terbukti mengganggu stabilitas demokrasi, mengekang kebebasan sipil, dan mengurangi hak-hak individu. Mereka khawatir, kembalinya dwifungsi TNI akan mengulang sejarah kelam tersebut.
Menurut Wira, pengembalian dwifungsi akan memperlemah prinsip-prinsip reformasi yang telah dicapai pasca-reformasi 1998, yang berusaha menjauhkan militer dari politik dan birokrasi sipil. Ia menekankan pentingnya menjaga supremasi sipil di negara ini, di mana rakyat dan lembaga-lembaga sipil memiliki kendali penuh atas pemerintahan.
Tuntutan Aksi Kamisan Kalteng
Dalam aksi tersebut, Aksi Kamisan Kalteng menyampaikan sejumlah tuntutan, yaitu:
- Mencabut UU TNI yang memberikan ruang bagi TNI untuk terlibat dalam politik dan birokrasi sipil.
- Mengembalikan TNI ke fungsi utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara, bukan terlibat dalam politik atau struktur pemerintahan sipil.
- Menjaga kebebasan sipil dan hak asasi manusia tanpa campur tangan militer dalam kebijakan politik dan sosial.
- Mengutuk setiap bentuk kebijakan yang berpotensi merusak sistem demokrasi.
Aksi Kamisan Kalteng menjadi bagian dari gerakan nasional yang lebih besar untuk menolak UU TNI dan menjaga supremasi sipil di Indonesia. Para aktivis berharap, suara mereka dapat didengar oleh para pembuat kebijakan dan masyarakat luas, sehingga ancaman kembalinya dwifungsi TNI dapat dicegah.