Komisi III DPR RI Ingatkan Penegak Hukum Soal Transparansi dan Objektivitas Kasus Korupsi Pertamina

Komisi III DPR RI Soroti Penanganan Kasus Korupsi Pertamina, Minta Penegak Hukum Hindari Sensasionalisme

Komisi III DPR RI, melalui anggotanya Rudianto Lallo, menyampaikan kritik konstruktif terkait penanganan kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Dalam sebuah diskusi publik, Rudianto menekankan pentingnya transparansi dan objektivitas dalam proses penegakan hukum, serta meminta agar lembaga penegak hukum, termasuk KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri, menghindari pendekatan yang sensasionalistik.

"Kami menyoroti agar penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum senantiasa meluruskan dan memurnikan hukumnya," ujar Rudianto, Kamis (20/3/2025). Ia menambahkan bahwa DPR RI, sebagai lembaga pengawas, akan terus memantau kinerja lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi.

Fokus pada Penegakan Hukum yang Objektif

Rudianto juga menyoroti pentingnya penegakan hukum yang objektif dan tidak tebang pilih. Ia mengingatkan agar penegak hukum tidak hanya fokus pada penargetan individu tertentu, tetapi juga memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi diproses secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, ia menyampaikan harapan agar setiap pengungkapan kasus korupsi dilandasi motif hukum yang murni, dengan tujuan memberantas korupsi secara efektif.

"Kita tidak mau penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan atau lembaga penegak hukum lainnya hanya dilakukan untuk menargetkan orang-orang tertentu, lalu kemudian melindungi orang-orang tertentu," tegasnya.

Belajar dari Kasus Tata Kelola Timah

Rudianto juga menyinggung kasus korupsi tata kelola timah yang sempat menjadi sorotan publik. Ia menyoroti adanya ketidaksesuaian antara klaim kerugian negara yang fantastis di awal penyidikan dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Ia mencontohkan bagaimana vonis hakim yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa menjadi tamparan bagi Kejaksaan Agung, mengindikasikan adanya kelemahan dalam pembuktian kasus.

"Contoh kasus Timah (kerugian negara) Rp 300 triliun disebut, dalam proses fakta persidangan hanya melibatkan pemain-pemain lapangannya saja, lalu tuntutannya tidak maksimal, malah dianulir oleh hakim pada tingkat banding menghukum lebih tinggi dari tuntutan," jelas Rudianto.

Kasus Korupsi Pertamina: Kerugian Negara Ratusan Triliun

Kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Subholding dan KKKS pada tahun 2018-2023 diperkirakan telah merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah tersangka, termasuk Riva Siahaan (RS) selaku Dirut Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

Total ada sembilan tersangka dalam kasus ini. Mengingat skala kerugian negara yang besar, Komisi III DPR RI menekankan pentingnya penanganan kasus ini secara profesional, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, diharapkan penegakan hukum dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik korupsi serupa di masa depan.

Rekomendasi Komisi III DPR RI

Berdasarkan pemantauan dan evaluasi terhadap penanganan kasus korupsi, Komisi III DPR RI memberikan beberapa rekomendasi kepada lembaga penegak hukum:

  • Prioritaskan Pengumpulan Bukti yang Kuat: Lembaga penegak hukum harus fokus pada pengumpulan bukti-bukti yang kuat dan valid untuk mendukung dakwaan di pengadilan.
  • Hindari Sensasionalisme: Penanganan kasus korupsi harus dilakukan secara profesional dan menghindari sensasionalisme yang dapat mengganggu proses hukum dan mempengaruhi opini publik.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Proses penegakan hukum harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan pengawasan dari berbagai pihak, termasuk DPR RI dan masyarakat sipil.
  • Penegakan Hukum yang Adil: Penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tidak tebang pilih, dengan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
  • Evaluasi dan Perbaikan Sistem: Perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan sistem secara menyeluruh untuk mencegah terjadinya praktik korupsi di sektor energi dan sumber daya alam.

Dengan menerapkan rekomendasi ini, diharapkan penegakan hukum terhadap kasus korupsi di Pertamina dan sektor lainnya dapat berjalan lebih efektif dan memberikan kontribusi positif bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.