Revisi UU TNI: Golkar Tegaskan Tak Ada Ruang untuk Dwifungsi ABRI Gaya Orde Baru

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pengesahan ini memicu berbagai reaksi di masyarakat, salah satunya adalah kekhawatiran mengenai kembalinya dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru. Menanggapi hal ini, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji, menegaskan bahwa revisi UU TNI justru memperjelas batasan bagi prajurit TNI aktif yang hendak menduduki jabatan sipil.

Sarmuji menekankan bahwa tidak mungkin dwifungsi ABRI kembali hadir dalam sistem pemerintahan Indonesia. Revisi UU TNI, menurutnya, memberikan limitasi yang jelas mengenai posisi-posisi yang boleh diisi oleh anggota TNI aktif. Posisi tersebut harus berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI. Di luar itu, anggota TNI harus pensiun jika ingin menduduki jabatan sipil.

"Dwifungsi TNI tidak mungkin kembali, justru RUU TNI memberi limitasi anggota TNI masuk dalam jabatan sipil. Posisi yang bisa diduduki TNI aktif hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI, di luar itu TNI harus pensiun jika memang masuk jabatan sipil," tegas Sarmuji.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar ini juga menyampaikan bahwa partainya tidak menghendaki kembalinya dwifungsi ABRI seperti masa lalu. Sarmuji menjelaskan bahwa jika ada anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar kementerian/lembaga yang telah ditetapkan, maka mereka tetap wajib mengundurkan diri dari dinas aktif.

Dalam draf RUU TNI, diatur bahwa TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga. Hal ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran di masyarakat. Sarmuji berharap masyarakat tidak perlu khawatir terkait penyesuaian pengaturan dalam UU TNI tersebut.

"Kami juga tidak ingin seperti masa lalu, anggota TNI dikaryakan sebagai lurah, bupati, wali kota, gubernur dan pimpinan perusahaan negara bahkan rektor tanpa pensiun," ujar Sarmuji.

Sarmuji menambahkan bahwa dalam revisi terbaru, jika ada prajurit TNI yang hendak menduduki jabatan sipil, ia harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Tidak diperbolehkan adanya rangkap jabatan.

Lebih lanjut, Sarmuji menegaskan bahwa revisi ini tidak mengubah norma dan pengaturan yang menjadi amanah Reformasi 1998. TNI tetap memiliki tugas utama sebagai garda terdepan dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara dan bangsa. Larangan bagi TNI untuk berpolitik praktis dan berbisnis juga tetap berlaku.

"Norma tentang larangan TNI untuk berpolitik praktis dan berbisnis dipastikan tetap berlaku. Fraksi Golkar akan menjaga amanah reformasi yang diperjuangkan dengan berdarah-darah," tegasnya.

Penambahan penempatan TNI pada kementerian/lembaga menjadi 14, menurut Sarmuji, didasari oleh potensi yang dimiliki TNI yang dapat terus diberdayakan dan dioptimalkan secara fungsional. Ia mencontohkan penguatan lembaga siber dan sandi negara yang membutuhkan kompetensi dari prajurit TNI. Selain itu, penguatan dalam lembaga penanggulangan terorisme juga memerlukan kolaborasi antara Polri dan TNI untuk memperkuat ketahanan nasional dari berbagai ancaman terorisme, baik dari dalam maupun luar negeri.

Sarmuji juga menjelaskan bahwa penempatan tugas dan kewenangan TNI pada kementerian/lembaga pada praktiknya sudah terjadi. Revisi ini memberikan payung dan penguatan hukum terhadap pelaksanaan yang selama ini telah dilakukan.

"Terdapat lembaga atau kementerian yang selama ini sudah dijabat oleh TNI namun belum memilki memiliki payung undang-undang, di antaranya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)," jelas Sarmuji.

Sebagai informasi, RUU TNI telah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR RI pada Kamis. Inti dari revisi UU TNI adalah mengenai kedudukan TNI di jabatan sipil, penambahan batas usia pensiun, dan penambahan tugas pokok TNI terkait ancaman siber serta perlindungan warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri.

Poin-Poin Penting Revisi UU TNI:

  • Pembatasan dan pengaturan jabatan sipil yang boleh diduduki TNI aktif.
  • Penegasan tidak adanya dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru.
  • Penambahan penempatan TNI di 14 kementerian/lembaga.
  • Larangan rangkap jabatan bagi TNI yang menduduki jabatan sipil.
  • Penegasan larangan TNI berpolitik praktis dan berbisnis.
  • Penambahan tugas pokok TNI terkait ancaman siber dan perlindungan WNI di luar negeri.