Revisi UU TNI Menuai Kritik Pedas: Akademisi Soroti Potensi Kembalinya Dwifungsi Militer dan Erosi Supremasi Sipil
Revisi UU TNI Menuai Kritik Pedas: Akademisi Soroti Potensi Kembalinya Dwifungsi Militer dan Erosi Supremasi Sipil
Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi Undang-Undang menuai gelombang kritik tajam dari kalangan akademisi dan pengamat hukum. Kekhawatiran utama yang disuarakan adalah potensi kembalinya dwifungsi militer seperti era Orde Baru, erosi supremasi sipil, dan minimnya partisipasi publik dalam proses legislasi.
Potensi Kembalinya Dwifungsi Militer
Para pakar hukum dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia, termasuk Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Gadjah Mada (UGM), menyoroti beberapa pasal kontroversial dalam RUU TNI yang dianggap membuka celah bagi militer untuk kembali terlibat dalam urusan sipil.
Satria Unggul Wicaksana, Pakar Hukum UM Surabaya, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa revisi UU TNI dapat berdampak signifikan pada kehidupan kampus. Ia menyoroti potensi impunitas yang dimiliki TNI dapat disalahgunakan untuk melakukan tindakan represif terhadap kebebasan akademik.
"TNI dapat melakukan sweeping atau operasi penertiban atas buku-buku yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Atau juga dapat membubarkan diskusi di kampus jika dianggap bertentangan dengan prinsip keamanan nasional," ujar Satria.
Nanik Prasetyoningsih, Dosen Ilmu Hukum UMY, menekankan pentingnya pemerintah untuk tetap memenuhi hak-hak masyarakat dan memastikan bahwa sistem dwifungsi militer tidak dihidupkan kembali. Ia berpendapat bahwa perluasan jabatan sipil untuk anggota militer aktif dapat membuka peluang bagi TNI untuk melakukan intervensi dalam bidang-bidang yang tidak sesuai dengan fungsi utamanya.
Erosi Supremasi Sipil
Kritik juga ditujukan pada pasal-pasal yang mengatur tentang kedudukan tentara di jabatan sipil, perluasan wewenang TNI, dan penambahan batas usia pensiun prajurit. Para pengamat menilai bahwa pasal-pasal ini dapat mengancam supremasi sipil dan mengganggu keseimbangan antara kekuatan militer dan otoritas sipil.
Minimnya Partisipasi Publik
Selain substansi RUU TNI, proses pembentukannya juga menuai sorotan. Herlambang Wiratman, Dosen Fakultas Hukum UGM, menyebut bahwa proses yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan partisipasi publik secara memadai. Ia mempertanyakan urgensi RUU TNI, terutama mengingat masih banyaknya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang belum terselesaikan.
Perlunya Peninjauan Ulang
Mengingat banyaknya kritik dan kekhawatiran yang muncul, para akademisi mendesak agar RUU TNI ditinjau ulang secara komprehensif. Mereka menekankan pentingnya melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam proses legislasi untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan benar-benar mencerminkan aspirasi dan kepentingan seluruh masyarakat.
Nanik Prasetyoningsih menyarankan agar pembahasan RUU TNI diulang dengan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat. Ia juga menekankan perlunya peninjauan ulang terhadap substansi RUU TNI dan penempatan supremasi sipil secara proporsional di Indonesia.
Berikut poin-poin penting yang perlu menjadi perhatian dalam peninjauan ulang RUU TNI:
- Pembatasan Jabatan Sipil untuk TNI: Memastikan bahwa penempatan anggota TNI di jabatan sipil hanya dilakukan dalam keadaan yang sangat mendesak dan dengan batasan waktu yang jelas.
- Pembatasan Kewenangan TNI: Memastikan bahwa kewenangan TNI tetap sesuai dengan fungsi utamanya sebagai alat pertahanan negara dan tidak melampaui batas-batas yang telah ditetapkan.
- Peningkatan Pengawasan Sipil terhadap TNI: Memperkuat mekanisme pengawasan sipil terhadap TNI untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan akuntabilitas.
- Jaminan Kebebasan Sipil: Memastikan bahwa revisi UU TNI tidak mengancam kebebasan sipil, termasuk kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, dan kebebasan akademik.
Dengan peninjauan ulang yang cermat dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna, diharapkan RUU TNI dapat direvisi menjadi undang-undang yang benar-benar bermanfaat bagi bangsa dan negara, tanpa mengorbankan supremasi sipil dan hak-hak masyarakat.