Sengketa Satelit Kemenhan: Indonesia Diharuskan Membayar Ganti Rugi Jutaan Dolar kepada Navayo oleh Putusan Arbitrase Internasional
Indonesia Diharuskan Membayar Ganti Rugi Jutaan Dolar kepada Navayo oleh Putusan Arbitrase Internasional
Jakarta – Pemerintah Indonesia menghadapi konsekuensi dari sengketa proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) dengan Navayo International AG. Putusan arbitrase dari International Criminal Court (ICC) di Singapura mewajibkan Indonesia untuk membayar ganti rugi sebesar 24,1 juta Dolar Amerika Serikat (AS) kepada perusahaan tersebut. Implikasi finansial dari putusan ini sangat signifikan dan berpotensi mempengaruhi aset negara di luar negeri.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan (Menko Polhukam), Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa kegagalan pembayaran akan mengakibatkan bunga keterlambatan sebesar 2.568 Dolar AS per hari hingga putusan arbitrase ICC dilunasi. Persoalan yang berlarut-larut ini telah mendorong Navayo untuk mengajukan permohonan penyitaan aset properti pemerintah Indonesia di Prancis, khususnya aset milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris. Pemerintah menghormati putusan pengadilan Arbitrase Singapura yang menyatakan pemerintah kalah dan diwajibkan membayar ganti rugi.
Upaya Hukum dan Koordinasi Pemerintah
Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah akan berkoordinasi dengan kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan, untuk memenuhi putusan arbitrase. Pemerintah juga akan berupaya menghambat penyitaan aset pemerintah di Prancis, dengan berpegang pada Konvensi Wina yang melindungi aset diplomatik dari penyitaan.
"Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh Pengadilan Perancis, pihak kita tetap akan melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi," kata Yusril.
Temuan Audit BPKP dan Wanprestasi Navayo
Lebih lanjut, Yusril menyampaikan bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengindikasikan adanya wanprestasi dari pihak Navayo. Menurut audit tersebut, Navayo baru mengerjakan sebagian kecil dari proyek yang diperjanjikan, dengan nilai sekitar Rp 1,9 miliar, jauh di bawah nilai kontrak yang disepakati dengan Kemhan. Pemerintah akan menyampaikan hasil pertemuan dan pembahasan rapat koordinasi ini kepada Presiden.
Latar Belakang Sengketa dan Kerugian Negara
Kasus proyek pengelolaan satelit di Kemenhan ini sebelumnya telah diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Peristiwa ini bermula sekitar tahun 2015 ketika Indonesia menyewa satelit namun tidak memenuhi kewajiban pembayaran, yang berujung pada gugatan di pengadilan arbitrase internasional. Akibatnya, negara harus membayar uang sewa dan biaya arbitrase dengan nilai yang signifikan.
Rincian Kerugian dan Potensi Tagihan Lain
Pada tahun 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang mengharuskan negara untuk mengeluarkan pembayaran terkait sewa satelit, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar. Selain itu, Navayo juga mengajukan tagihan sebesar 16 juta dollar AS kepada Kemenhan. Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021, juga mengeluarkan putusan yang mewajibkan Kemhan membayar 20.901.209 dollar AS kepada Navayo.
Mahfud MD juga menyampaikan bahwa Kemhan berpotensi menghadapi tagihan pembayaran dari pihak lain seperti Airbus, Detente, Hogan Lovells, dan Telesat, yang dapat menyebabkan kerugian negara yang lebih besar lagi.
Dampak dan Langkah Selanjutnya
Sengketa satelit ini mencerminkan kompleksitas pengelolaan proyek-proyek strategis pemerintah dan pentingnya kepatuhan terhadap perjanjian internasional. Pemerintah Indonesia kini harus mengambil langkah-langkah strategis untuk meminimalkan dampak finansial dari putusan arbitrase, termasuk upaya hukum untuk melindungi aset negara di luar negeri dan koordinasi lintas kementerian untuk memenuhi kewajiban pembayaran.
Rincian Biaya yang Harus Dibayarkan Pemerintah Indonesia:
- Ganti rugi kepada Navayo: 24,1 juta Dolar AS
- Bunga keterlambatan: 2.568 Dolar AS per hari
- Biaya sewa satelit, arbitrase, konsultan, dan filling: Rp 515 miliar (ekuivalen)
- Potensi tagihan dari Airbus, Detente, Hogan Lovells, dan Telesat