Weh Buweh: Tradisi Ramadan di Demak yang Mengajarkan Generasi Muda tentang Berbagi dan Solidaritas
Weh Buweh: Tradisi Ramadan di Demak yang Mengajarkan Generasi Muda tentang Berbagi dan Solidaritas
Tradisi unik "Weh Buweh" kembali menghiasi Kampung Domenggalan, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, pada malam ke-21 Ramadan (20/3/2025). Teriakan "Weeh Buweeh!" dari pengeras suara mushala menandai dimulainya tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun ini.
Meskipun gerimis, antusiasme warga tidak surut. Meja-meja kecil berjejer di teras rumah, dipenuhi dengan aneka jajanan, mulai dari buah-buahan segar, minuman ringan, kue tradisional, es krim, hingga camilan modern yang digemari anak-anak. Suasana kampung seketika berubah menjadi pasar kaget yang istimewa, bukan untuk transaksi jual beli, melainkan untuk mempererat tali persaudaraan melalui pertukaran.
Semangat Berbagi dalam Setiap Tukaran
Anak-anak dengan riang membawa nampan berisi makanan, berkeliling dari rumah ke rumah. Mereka dengan antusias menukar jajanan yang mereka bawa dengan pilihan yang lebih menarik di rumah lain. Beberapa warga bahkan menambahkan daya tarik dengan menyediakan balon dan mainan.
Orang tua pun tak ketinggalan, menemani anak-anak mereka atau ikut serta dalam pertukaran. Titin (72), seorang warga Kampung Sampangan, merasa bahagia dapat menukar kue bandung buatannya dengan beragam jajanan dan balon untuk cucunya.
Tradisi "Weh Buweh" hanya berlangsung sekitar satu jam, dimulai setelah berbuka puasa dan berakhir saat azan Isya berkumandang. Namun, tradisi ini selalu dinanti-nantikan karena lebih dari sekadar bertukar makanan, "Weh Buweh" merupakan wujud nyata dari semangat berbagi.
Filosofi Luhur di Balik Tradisi
Menurut Talkis, tokoh masyarakat setempat, tradisi ini mengandung filosofi mendalam, yaitu menanamkan nilai-nilai kedermawanan kepada anak-anak sejak dini. "Weh Buweh itu saling memberi, melatih anak-anak agar dermawan. Apa pun yang mereka punya, mereka bisa berbagi," jelasnya.
Tidak ada aturan baku mengenai nilai barang yang dipertukarkan. Sebungkus camilan sederhana dapat ditukar dengan es krim yang lebih mahal. Bahkan, mereka yang tidak membawa apa pun tetap diperbolehkan untuk mengambil jajanan dari lapak warga lainnya.
Lebih dari sekadar berbagi materi, "Weh Buweh" juga berfungsi sebagai perekat hubungan sosial antarwarga. "Tradisi ini membuat warga semakin akrab, tidak ada yang acuh tak acuh satu sama lain. Bahkan, warga yang merantau pun menyempatkan diri untuk pulang agar dapat berpartisipasi," ungkap Talkis.
Melestarikan Tradisi untuk Generasi Mendatang
Di Kampung Domenggalan, Ramadan bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga tentang kebersamaan dan mempererat tali silaturahmi. Di tengah riuhnya suara anak-anak yang berceloteh, terselip harapan agar tradisi "Weh Buweh" terus dilestarikan sebagai warisan berharga untuk generasi mendatang.
Tradisi "Weh Buweh" bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga simbol kearifan lokal yang mengajarkan nilai-nilai luhur seperti berbagi, kedermawanan, dan solidaritas sosial. Di era modern ini, tradisi seperti "Weh Buweh" memiliki peran penting dalam menjaga identitas budaya dan memperkuat kohesi sosial di masyarakat.