Dinamika Pasar Tanah Abang di Tengah Gempuran E-Commerce: Kisah Pedagang Bertahan

Transformasi Pasar Tanah Abang: Antara Tradisi dan Dominasi E-Commerce

Pasar Tanah Abang, sebuah ikon perdagangan tekstil di Jakarta, kini menghadapi tantangan berat di era digital. Tradisi berbelanja secara langsung yang telah lama menjadi denyut nadi pasar ini, perlahan tergerus oleh kemudahan dan jangkauan tak terbatas yang ditawarkan oleh e-commerce dan platform media sosial.

Para pedagang di Pasar Tanah Abang merasakan dampak langsung dari pergeseran perilaku konsumen ini. Candra (66), seorang pedagang yang telah berkecimpung selama 12 tahun, mengungkapkan penurunan drastis dalam jumlah pembeli. Omzet yang dulu mencapai ratusan potong pakaian per hari, kini hanya berkisar belasan hingga puluhan saja. Persaingan dengan online shop menjadi faktor utama yang disoroti, di samping kondisi ekonomi yang juga mempengaruhi daya beli masyarakat.

"Online shop (penyebab) yang pertama, yang kedua keadaan keuangan (pembeli). Tapi online shop itu yang utama. Apalagi, ibu-ibu kalau mau belanja sambil masak bisa online," ujar Candra.

Lisa (52), pedagang lain, juga mengalami hal serupa. Jika sebelumnya ia bisa mengirim hingga 20 ballpress pakaian menjelang Lebaran, kini hanya mampu mengirim sekitar lima atau enam. Dampak pandemi Covid-19 memperparah situasi ini, memaksa Candra untuk mengurangi jumlah gerainya dari delapan menjadi hanya satu.

Strategi Bertahan di Era Digital

Di tengah tantangan ini, para pedagang Pasar Tanah Abang mencoba berbagai cara untuk bertahan. Namun, adaptasi terhadap teknologi tidaklah mudah bagi sebagian pedagang yang sudah senior. Candra mengakui kesulitan dalam memanfaatkan platform online untuk menjual dagangannya.

Namun, Rani (22), pedagang yang lebih muda, melihat bahwa media sosial seperti TikTok juga turut berperan dalam perubahan ini. Platform live shopping memungkinkan penjual online untuk berinteraksi langsung dengan konsumen, menawarkan harga yang lebih kompetitif, dan bahkan meniru desain produk dari toko fisik. Praktik ini, menurut Rani, merugikan pedagang tradisional yang mengutamakan kualitas.

"Online shop berpengaruh, tapi pas tahun 2019 itu sudah ada online shop tapi masih kencang penjualannya. Semenjak TikTok ada tuh, turun. Karena di-spill," kata Rani.

Selain itu, fenomena influencer atau content creator yang merekomendasikan toko tertentu di Pasar Tanah Abang juga mengubah pola belanja konsumen. Pembeli cenderung langsung menuju toko yang direkomendasikan, tanpa menjelajahi area pasar lainnya.

Mempertahankan Kualitas di Tengah Gempuran Harga Murah

Salah satu strategi utama yang dipegang oleh pedagang Pasar Tanah Abang adalah mempertahankan kualitas produk. Mereka percaya bahwa pelanggan setia akan tetap memilih produk berkualitas, meskipun harganya sedikit lebih tinggi dibandingkan produk online yang lebih murah.

"Yang masih-masih bertahan di sini sebenarnya sih karena mempertahankan kualitas saja, sama langganan. Langganan yang sudah tahu kayak barang ini begini. Kalau untuk (pelanggan) yang masih baru-baru ya enggak bakal bisa," kata Rani.

Pasar Tanah Abang kini berada di persimpangan jalan. Transformasi digital menuntut adaptasi dan inovasi dari para pedagang. Mempertahankan kualitas, membangun hubungan baik dengan pelanggan, dan memanfaatkan teknologi secara efektif menjadi kunci untuk bertahan dan bersaing di era e-commerce ini.

Daftar Tantangan yang Dihadapi Pedagang Pasar Tanah Abang:

  • Persaingan dengan online shop dan platform media sosial
  • Perubahan perilaku konsumen
  • Keterbatasan kemampuan adaptasi terhadap teknologi
  • Praktik peniruan desain produk
  • Pengaruh influencer dan content creator

Strategi Bertahan:

  • Mempertahankan kualitas produk
  • Membangun hubungan baik dengan pelanggan
  • Memanfaatkan teknologi secara efektif