Sengketa Satelit Berlanjut: Aset Negara di Prancis Terancam Sita, Pemerintah Ajukan Upaya Hukum

Sengketa Satelit Berlanjut: Aset Negara di Prancis Terancam Sita, Pemerintah Ajukan Upaya Hukum

Jakarta, Indonesia – Pemerintah Indonesia mengambil sikap tegas dalam menghadapi ancaman penyitaan aset negara di Prancis terkait sengketa proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan Navayo International AG. Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pemerintah akan melawan upaya penyitaan tersebut melalui jalur hukum.

Sengketa ini bermula dari proyek pengadaan satelit Kemenhan pada tahun 2016. Navayo International AG memenangkan gugatan arbitrase di International Criminal Court (ICC) Singapura, yang mengharuskan pemerintah Indonesia membayar ganti rugi sebesar 24,1 juta Dolar Amerika Serikat (AS). Akibat keterlambatan pembayaran, bunga sebesar 2.568 dollar AS per hari terus berjalan.

Upaya Hukum untuk Melindungi Aset Negara

Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya menghambat penyitaan aset negara di Prancis karena melanggar Konvensi Wina. Konvensi ini memberikan perlindungan terhadap aset diplomatik, yang seharusnya tidak dapat disita. Pemerintah meyakini bahwa aset Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris termasuk dalam kategori aset diplomatik yang dilindungi.

"Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh Pengadilan Perancis, pihak kita tetap akan melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi," tegas Yusril di Kantor Kemenko Kumham Imipas.

Wanprestasi Navayo International AG

Yang menjadi sorotan, Navayo International AG diduga melakukan wanprestasi dalam proyek satelit Kemenhan. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Navayo baru mengerjakan pekerjaan senilai Rp 1,9 miliar dari total tagihan sebesar 16 juta dollar AS kepada Kemenhan. Pemerintah akan terus berkoordinasi dengan kementerian terkait termasuk kementerian keuangan untuk menyelesaikan masalah ini.

Akar Permasalahan Proyek Satelit Kemenhan

Kasus proyek satelit Kemenhan ini mencuat ke publik berkat pengungkapan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat masih menjabat. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2015, ketika Indonesia menyewa satelit dan tidak memenuhi kewajiban pembayaran. Hal ini berujung pada gugatan di pengadilan arbitrase internasional.

Akibatnya, Indonesia harus membayar uang sewa, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit dengan total mencapai Rp 515 miliar. Selain itu, Navayo juga mengajukan tagihan sebesar 16 juta dollar AS kepada Kemenhan. Pada 22 Mei 2021, Pengadilan Arbitrase Singapura mengeluarkan putusan yang mewajibkan Kemenhan membayar 20.901.209 dollar AS atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.

Mahfud MD menambahkan bahwa Kemenhan berpotensi menghadapi tagihan dari pihak lain seperti Airbus, Detente, Hogan Lovells, dan Telesat, yang dapat meningkatkan kerugian negara.

Langkah Selanjutnya

Yusril Ihza Mahendra akan melaporkan hasil rapat koordinasi ini kepada Presiden. Pemerintah akan terus berupaya mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan sengketa ini, sambil tetap melindungi aset negara di Prancis dan memastikan kepentingan nasional terjaga.

Poin-poin penting dalam sengketa ini:

  • Sengketa proyek satelit Kemenhan dengan Navayo International AG
  • Gugatan arbitrase di ICC Singapura yang dimenangkan Navayo
  • Ancaman penyitaan aset negara di Prancis
  • Upaya hukum pemerintah untuk melawan penyitaan
  • Dugaan wanprestasi Navayo International AG
  • Kerugian negara akibat proyek satelit
  • Potensi tagihan dari pihak lain kepada Kemenhan