Kontroversi Penangkapan Aktivis Demo RUU TNI di Semarang: Sopir Mobil Komando Mengaku Tidak Tahu Alasan Penahanan

Semarang Memanas: Penangkapan Aktivis dan Dugaan Kekerasan Warnai Demo RUU TNI

Kota Semarang dikejutkan dengan penangkapan empat orang aktivis yang melakukan demonstrasi menolak revisi Undang-Undang (UU) TNI pada hari Kamis, 20 Maret 2025. Insiden ini memicu kecaman dari berbagai pihak, khususnya terkait dugaan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat penangkapan.

Empat orang yang sempat ditahan adalah K, seorang mahasiswa dari Universitas Katolik Soegijapranata (Unika); WG, mahasiswa dari Universitas Sultan Agung (Unissula); C, seorang soundman; dan MA, seorang sopir mobil komando. C dan MA adalah warga sipil yang disewa oleh para mahasiswa untuk mendukung aksi demonstrasi tersebut.

Keempatnya dibebaskan secara bertahap setelah menjalani pemeriksaan selama lebih dari dua jam di Satreskrim Polrestabes Semarang. K menjadi orang pertama yang dibebaskan sekitar pukul 21.00 WIB, disusul oleh tiga orang lainnya 15 menit kemudian.

"Kebebasan keempatnya adalah hasil solidaritas dari jaringan masyarakat sipil," ujar Fajar Muhammad Andhika, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, di Mapolrestabes Semarang. Andhika mengecam penangkapan tersebut sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), menekankan bahwa para demonstran hanya menyampaikan pendapat di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.

Dugaan Kekerasan dan Intimidasi

LBH Semarang menyoroti adanya dugaan kekerasan fisik dan intimidasi yang dialami oleh para aktivis selama penangkapan. Salah seorang mahasiswa Unika bahkan harus menjalani visum di RSUP Kariadi Semarang akibat luka-luka yang dideritanya.

MA, sopir mobil komando, mengaku tidak mengetahui bahwa aksi demonstrasi tersebut akan berujung ricuh. Ia juga mempertanyakan alasan penangkapannya, karena merasa tidak melakukan tindakan apapun. "Saya tidak diberi penjelasan apapun saat diperiksa di kantor polisi," ujarnya.

MA juga mengakui bahwa dirinya hanya disuruh menjelaskan alur kejadian selama pemeriksaan. Meskipun ia tidak mengalami kekerasan fisik secara langsung, MA mengaku sempat dipiting saat ditangkap. Namun, sebuah rekaman video menunjukkan bahwa MA diduga diinjak-injak oleh aparat.

Kesaksian dan Pendampingan

Hotmauli Sidabalok, seorang dosen Unika Soegijapranata yang mendampingi mahasiswanya yang ditangkap, mengungkapkan bahwa penangkapan terjadi ketika mahasiswanya berusaha membela temannya yang dipukul oleh aparat. "Mahasiswa kami membela temannya. Dia malah dikeroyok lalu ditangkap," jelasnya.

Menurut Hotmauli, mahasiswanya dikeroyok oleh lima orang anggota polisi, dipiting, ditarik hingga terjatuh, dan diinjak-injak. Akibatnya, mahasiswa tersebut mengalami luka-luka di kepala, kaki, dan tangan. Pihaknya melakukan visum untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Hotmauli juga menyebutkan bahwa mahasiswanya sempat diminta menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi kekerasan, padahal ia justru menjadi korban kekerasan.

Bantahan Polisi

Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol M Syahduddi, membantah tuduhan kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya. Ia menyatakan bahwa keempat orang yang diamankan hanya diinterogasi.

Kasus penangkapan aktivis demo RUU TNI ini masih menjadi sorotan publik. Pihak LBH Semarang berencana mengambil langkah hukum lebih lanjut berdasarkan hasil visum dan bukti-bukti lain yang dikumpulkan.