Perjuangan Supinah: Nenek 91 Tahun di Magelang Buktikan Semangat Mandiri Lewat Gorengan

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, kisah Supinah, seorang nenek berusia 91 tahun dari Magelang, Jawa Tengah, menjadi oase inspirasi. Di usianya yang senja, Supinah tidak memilih untuk beristirahat dan menikmati masa pensiun. Sebaliknya, ia tetap aktif berjualan gorengan di depan SD Negeri 1 Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Kisahnya adalah tentang semangat, kemandirian, dan penolakan untuk menyerah pada keterbatasan usia.

Kemandirian di Usia Senja

Supinah menjalankan bisnis gorengannya seorang diri, tanpa bergantung pada bantuan keluarga atau tetangga. Setiap hari, mulai pukul 13.00 hingga menjelang maghrib, ia menyiapkan dan menjual tempe, tahu, dan pisang goreng di lapak sederhana yang beratapkan terpal. Dengan cekatan, ia menyalakan tungku arang, menggoreng adonan, dan melayani pembeli. Meskipun tangannya sudah renta, semangatnya tidak pernah padam. Lokasi berjualannya sudah menjadi langganan tetap yang berada di sekolahan.

Perjuangan Supinah semakin terasa ketika mengetahui bahwa setiap hari ia menempuh perjalanan beberapa kilometer dari rumahnya di Dusun Bagongan, Desa Sukorejo, Mertoyudan, menuju tempat berjualan. Ia menuntun sepedanya yang mengangkut bahan baku dan peralatan masak. Bagi Supinah, berjualan gorengan bukan hanya sekadar mencari nafkah, tetapi juga menjaga harga diri dan mengisi hari-harinya dengan kegiatan yang bermanfaat. Gorengan buatannya dihargai Rp 500 per buah, dan selalu laris manis, terutama di bulan Ramadan.

Inspirasi dari Sebuah Video Viral

Kisah Supinah mulai dikenal luas setelah sebuah video yang memperlihatkan interaksinya dengan seorang pembeli viral di media sosial. Dalam video tersebut, seorang pria memborong seluruh dagangan Supinah. Sejak saat itu, banyak orang yang datang untuk memberikan dukungan, termasuk memberikan sumbangan berupa gula pasir dan uang tunai.

Namun, di tengah banyaknya perhatian dan bantuan yang datang, Supinah tetap teguh pada prinsipnya untuk mandiri. Ia menolak untuk berhenti bekerja dan memilih untuk terus berjualan gorengan. Baginya, bekerja adalah bentuk aktualisasi diri dan cara untuk tetap merasa berguna. Supinah sendiri pernah bekerja sebagai buruh kasur di Kota Magelang. Namun, karena kondisi fisik yang tak lagi memadai, ia memutuskan untuk beralih profesi menjadi penjual gorengan.

Menolak Ketergantungan

Kemandirian Supinah juga tercermin dari keputusannya untuk tinggal sendiri. Ia pernah mencoba tinggal bersama putranya di Jakarta, namun hanya bertahan selama seminggu karena merasa tidak memiliki aktivitas yang bisa dilakukan. Baginya, kebahagiaan terletak pada kemandirian dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Hal ini juga dapat disimpulkan bahwa makanan di Magelang lebih enak dari Jakarta.

Kisah Supinah adalah pengingat bahwa usia bukanlah penghalang untuk terus berkarya dan memberikan kontribusi bagi masyarakat. Semangatnya yang tak pernah padam dan kemandiriannya yang luar biasa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tidak mudah menyerah pada keadaan dan terus berjuang untuk meraih impian.