Nelayan Kohod Terjebak Pagar Laut: Janji Pembongkaran KKP Tak Kunjung Terealisasi
Ironi di Laut Kohod: Pagar Laut Masih Menghantui Nelayan
Para nelayan di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, kini menghadapi situasi pelik. Janji pembongkaran pagar laut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ternyata belum sepenuhnya terealisasi, meninggalkan mereka terkurung dan kesulitan mencari nafkah di laut yang seharusnya menjadi sumber kehidupan.
Bagi masyarakat Kohod, laut bukan sekadar tempat mencari ikan; ia adalah ruang hidup, sumber penghidupan, dan bagian tak terpisahkan dari identitas mereka. Namun, sejak pemasangan pagar laut yang kontroversial, kehidupan para nelayan berubah drastis. Meskipun KKP mengklaim telah membongkar sebagian besar pagar (sekitar 30,16 kilometer), kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Sisa-sisa pagar bambu masih menjulang di tengah laut, bahkan beberapa membentang dari bibir pantai hingga jauh ke perairan, membentuk kotak-kotak kavling yang mengganggu aktivitas melaut.
Pagar yang Memenjarakan
Video yang dikirimkan oleh warga Desa Kohod memperlihatkan dengan jelas betapa kokohnya sisa-sisa pagar tersebut. Bambu-bambu tertancap rapat, membentuk sekat-sekat yang menyerupai petak sawah di lautan. Obos, seorang warga Desa Kohod, menjelaskan bahwa pagar-pagar di area kavling bahkan lebih rapat dan sulit dicabut karena ditancapkan menggunakan ekskavator. Upaya pencabutan manual menjadi tidak mungkin, sementara penggunaan alat berat membutuhkan biaya yang besar, melampaui kemampuan para nelayan.
Dampak Langsung pada Penghidupan
Keberadaan pagar laut bukan hanya merusak pemandangan, tetapi juga secara langsung memukul mata pencaharian para nelayan. Marto, seorang nelayan Desa Kohod, mengungkapkan kesulitan yang ia alami saat menebar jaring. Pagar-pagar tersebut menghalangi jalur penangkapan ikan, memaksa para nelayan untuk pulang dengan tangan hampa.
"Pagar kavling itu jelas mengganggu. Kami nelayan ini kesulitan kalau mau nyebar jaring," keluh Marto.
Marto menambahkan bahwa meskipun sebagian pagar telah dicabut, sisa-sisa patok masih ada. Pagar yang membentang dari pantai ke tengah laut, sepanjang sekitar satu kilometer, menjadi penghalang utama bagi aktivitas melaut mereka.
Selain itu, pagar-pagar tersebut membentuk kavling-kavling besar dengan ukuran yang bervariasi, bahkan mencapai lebih dari 1.000 meter persegi. Posisi dan kerapatan pagar menghambat pergerakan perahu-perahu kecil, menyulitkan para nelayan untuk mengakses area penangkapan ikan tradisional mereka.
Janji yang Belum Ditepati
KKP mengakui bahwa masih ada pagar laut yang belum dibongkar, termasuk 600 meter di perairan Desa Kohod. Doni Ismanto Darwin, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, menjelaskan bahwa pembongkaran dihentikan sementara selama bulan Ramadhan karena membutuhkan energi dan fisik yang besar. Ia menjanjikan bahwa pekerjaan akan dilanjutkan setelah Ramadhan usai.
Namun, di lapangan, para nelayan masih menunggu realisasi janji tersebut. Sebagian pagar kavling belum tersentuh pembongkaran sama sekali, menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran di kalangan nelayan.
"Kalau memang masih ada pemiliknya, kami nelayan harus bagaimana? Harus izin dulu kalau mau lewat? Laut itu bukan milik pribadi," ujar Marto dengan nada prihatin.
Situasi ini mencerminkan ironi yang mendalam. Di satu sisi, pemerintah berjanji untuk melindungi kepentingan nelayan dan menjaga kelestarian lingkungan laut. Namun, di sisi lain, keberadaan pagar laut yang belum dibongkar justru menghambat aktivitas melaut, mengancam mata pencaharian, dan merampas hak para nelayan untuk memanfaatkan laut sebagai sumber kehidupan mereka.
Daftar Keluhan Nelayan
Berikut adalah daftar keluhan nelayan mengenai pagar laut yang belum dibongkar:
- Menghalangi Jalur Melaut: Pagar-pagar tersebut menghambat akses nelayan ke area penangkapan ikan tradisional mereka.
- Menyulitkan Penebaran Jaring: Pagar membuat nelayan kesulitan menebar jaring, mengurangi hasil tangkapan.
- Membentuk Kavling Ilegal: Pagar membentuk kavling-kavling besar yang mengganggu pergerakan perahu dan merusak ekosistem laut.
- Janji Pembongkaran yang Tidak Terealisasi: Para nelayan merasa kecewa dengan janji KKP yang belum sepenuhnya ditepati.
- Ketidakpastian Hukum: Status kepemilikan kavling-kavling tersebut tidak jelas, menimbulkan kekhawatiran di kalangan nelayan.
Para nelayan Desa Kohod berharap agar KKP segera menindaklanjuti janji pembongkaran pagar laut dan memastikan bahwa laut kembali menjadi ruang hidup yang bebas dan terbuka bagi mereka.