RUU TNI Disahkan: Megawati Beri Dukungan, Gelombang Kritik Mengemuka

Pengesahan RUU TNI Tuai Pro Kontra: Dukungan Megawati dan Kekhawatiran Reformasi

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang. Pengesahan ini memicu beragam reaksi, mulai dari dukungan hingga kecaman, membuka kembali perdebatan tentang peran TNI dalam pemerintahan sipil.

Dukungan dari PDI Perjuangan

Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengungkapkan bahwa Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mendukung penuh pengesahan RUU TNI. Menurut Puan, langkah ini sejalan dengan harapan Megawati. "Mendukung, karena memang sesuai dengan apa yang diharapkan," ujar Puan, menegaskan soliditas partainya dalam mendukung kebijakan pemerintah.

Gelombang Kritik dan Kekhawatiran

Pengesahan RUU TNI ini tidak lepas dari gelombang kritik. Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Trisakti, Faiz Nabawi Mulya, menyampaikan kekecewaannya atas pengesahan RUU ini. Ia menilai bahwa RUU ini berpotensi mengembalikan corak militeristik dalam pemerintahan, sebuah kemunduran dari semangat reformasi.

Faiz bahkan mengancam akan menginisiasi pembongkaran Tugu 12 Mei, sebuah simbol penting lahirnya reformasi. "Hari ini kami kecewa dan sangat amat betul marah kepada pemerintah, [yang] plan mengembalikan corak-corak militeristik dalam pemerintahannya," tegas Faiz.

Pembatasan Jabatan Sipil bagi TNI

Anggota Komisi I DPR RI, Sarmuji, memberikan klarifikasi terkait kekhawatiran publik. Ia menjelaskan bahwa RUU TNI justru memberikan batasan yang jelas mengenai jabatan sipil yang dapat diisi oleh anggota TNI aktif. Sarmuji menegaskan bahwa RUU ini tidak akan mengembalikan dwifungsi TNI seperti pada masa lalu.

"Dwifungsi TNI tidak mungkin kembali, justru RUU TNI memberi limitasi anggota TNI masuk dalam jabatan sipil," jelas Sarmuji. Ia menambahkan bahwa posisi yang dapat diduduki TNI aktif hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI. Di luar itu, TNI harus pensiun jika ingin menduduki jabatan sipil.

Sarmuji juga mencontohkan beberapa lembaga yang memerlukan kompetensi anggota TNI, seperti lembaga siber dan sandi negara, serta lembaga penanggulangan terorisme. Ia menegaskan bahwa penempatan TNI di lembaga-lembaga ini sudah berjalan selama ini, dan revisi UU TNI hanya memperkuat payung hukumnya.

Beberapa lembaga yang selama ini sudah dijabat oleh TNI namun belum memiliki payung undang-undang antara lain:

  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  • Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT)
  • Badan Keamanan Laut (Bakamla)
  • Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Kesejahteraan Prajurit dan Koperasi

Anggota Komisi I DPR RI, Agus, menanggapi pertanyaan mengenai bisnis yang dilakukan oleh prajurit TNI. Ia menekankan bahwa usaha kecil-kecilan yang dilakukan oleh anggota TNI tidak dapat disamakan dengan bisnis besar. Agus juga menyinggung soal koperasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit.

Tidak Ada Pesan Khusus dari Presiden

Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan), Sjafrie Sjamsoeddin, menegaskan bahwa pengesahan RUU TNI merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Ia membantah adanya permintaan khusus dari Presiden Prabowo Subianto terkait pembahasan dan pengesahan RUU ini. Sjafrie juga menepis anggapan bahwa pengesahan RUU TNI akan mengembalikan TNI ke zaman Orde Baru. "Nggak ada. Orde Baru kita nggak pakai lagi," tegas Sjafrie.

Pengesahan RUU TNI ini menjadi babak baru dalam perjalanan reformasi TNI. Meskipun terdapat dukungan dari berbagai pihak, kekhawatiran akan kembalinya corak militeristik dalam pemerintahan tetap menjadi perhatian utama. Implementasi RUU ini akan menjadi kunci untuk membuktikan apakah TNI akan tetap profesional dan menghormati supremasi sipil.