Banjir Jabodetabek: Hujan Ekstrem Picu Luapan Ciliwung, Ribuan Warga Terdampak

Banjir Jabodetabek: Hujan Ekstrem Picu Luapan Ciliwung, Ribuan Warga Terdampak

Bencana banjir kembali melanda wilayah Jabodetabek, khususnya Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek), pada awal Maret 2025. Peristiwa ini mengulang kembali trauma warga akan banjir besar tahun 2020, membangkitkan ingatan akan kerugian dan penderitaan yang dialami saat itu. Berdasarkan keterangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), banjir kali ini disebabkan oleh hujan ekstrem yang mengguyur wilayah Bogor pada akhir pekan sebelumnya. Curah hujan yang mencapai lebih dari 110 mm per hari di Bogor mengakibatkan luapan air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, yang kemudian mengalir ke hilir dan merendam sejumlah wilayah di Jadetabek.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa intensitas hujan di Bogor tergolong ekstrem. Luapan DAS Ciliwung berubah menjadi banjir bandang yang menghantam berbagai kecamatan di Kota dan Kabupaten Bogor sebelum menerjang wilayah Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Situasi diperparah di Bekasi, dimana curah hujan mencapai 165-208 mm per hari di beberapa lokasi, mengakibatkan ketinggian air mencapai 4 meter di beberapa titik, bercampur dengan air kiriman dari hulu DAS Ciliwung. BMKG mencatat pertumbuhan awan konvektif yang signifikan dan skala meso-sirkulasi siklonik sebagai faktor penyebab perlambatan angin dan peningkatan curah hujan.

Meskipun intensitas banjir kali ini masih lebih rendah dibandingkan banjir 2020 (dengan curah hujan lokal di Jakarta mencapai 377 mm per hari), dampaknya tetap signifikan. Di Depok, sedikitnya 19 lokasi terendam banjir, meliputi bantaran Kali Cabang Timur dan Barat, Situ Pengarengan, serta sejumlah perumahan. Di Bekasi, tujuh kecamatan di Kota Bekasi dan enam kecamatan di Kabupaten Bekasi terdampak banjir. Kabupaten Tangerang juga mengalami banjir di enam kecamatan, dengan ketinggian air bervariasi antara 50 sentimeter hingga 1 meter. Perkiraan sementara, bencana ini telah mempengaruhi sekitar 3.000 jiwa.

Kesaksian warga menggambarkan kepanikan dan kesulitan yang mereka hadapi. Dayana, warga Permata Bekasi 2, Bekasi Timur, menjelaskan rumahnya terendam hingga 1 meter, mengingatkannya pada banjir 2020. Ia menyoroti lambatnya bantuan yang sampai kepada warga terdampak, mirip pengalamannya lima tahun lalu. Kondisi serupa dialami warga di wilayah lain. Di Vila Nusa Indah 2, Bogor, Masjid Baiturrahman kembali menjadi tempat pengungsian, seperti pada banjir 2020. Chairul, warga setempat, melaporkan sekitar 150 pengungsi membutuhkan bantuan makanan siap saji dan alat kebersihan. Di Rawajati, Jakarta Selatan, warga seperti Eva dan Sarinten, merasakan dampak banjir dan mengingat siklus banjir besar yang tampaknya terjadi setiap lima tahun sekali di Jakarta, meskipun tahun 2020 sedikit melenceng dari siklus tersebut.

Kesimpulannya, banjir Jabodetabek 2025 merupakan pengingat penting akan pentingnya mitigasi bencana dan kesiapsiagaan menghadapi dampak perubahan iklim. Peristiwa ini menuntut kolaborasi antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat untuk memperkuat infrastruktur, sistem peringatan dini, serta langkah-langkah pencegahan banjir di masa depan. Data yang dikumpulkan dari peristiwa ini harus dianalisa untuk meningkatkan kemampuan dalam mengurangi risiko dan dampak banjir pada masyarakat di masa mendatang.