Pooling Fund Bencana Sentuh Rp7,3 Triliun: Strategi Pengelolaan ala Asuransi untuk Mitigasi Risiko
Dana Bencana Terkumpul Rp7,3 Triliun: Pengelolaan ala Asuransi untuk Mitigasi Risiko
Jakarta - Upaya mitigasi risiko bencana di Indonesia terus diperkuat dengan pengelolaan dana bersama penanggulangan bencana atau pooling fund bencana (PFB). Data terbaru menunjukkan akumulasi dana telah mencapai Rp7,3 triliun, menghasilkan pendapatan investasi sebesar Rp716 miliar. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan bahwa dana ini berasal dari berbagai sumber, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta sumber-sumber lain yang sah secara hukum.
"Dana ini kita kumpulkan dan kelola dengan baik, sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu ketika terjadi bencana dan dibutuhkan," ujar Wamenkeu Suahasil dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2025 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Kamis (20/3/2025). Dengan total dana yang signifikan ini, pemerintah berupaya untuk lebih responsif dan efektif dalam menangani dampak bencana alam di berbagai daerah.
Strategi Pengelolaan ala Asuransi
Pengelolaan PFB ini mengadopsi prinsip-prinsip asuransi. Dana yang terkumpul berfungsi sebagai cadangan keuangan yang strategis untuk mengurangi tekanan fiskal pada negara ketika terjadi bencana. Dana tersebut diinvestasikan secara hati-hati, dan hasil investasinya digunakan untuk menambah akumulasi dana serta membiayai berbagai program dan kegiatan penanggulangan bencana. Model ini memungkinkan dana untuk terus bertumbuh dan memberikan dukungan finansial yang berkelanjutan.
"Logikanya mirip dengan asuransi, di mana sebagian dana disisihkan untuk mengantisipasi risiko bencana di masa depan," terang Wamenkeu Suahasil. Pendekatan ini memastikan bahwa negara memiliki sumber daya yang cukup untuk merespons secara cepat dan tepat terhadap berbagai jenis bencana, mulai dari gempa bumi, banjir, tanah longsor, hingga kebakaran hutan.
Pemerintah secara rutin mengalokasikan anggaran sebesar Rp250 miliar dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) setiap tahunnya untuk penanganan tanggap darurat bencana. Namun, dalam tiga tahun terakhir, kebutuhan anggaran tambahan di tengah tahun seringkali melonjak hingga melebihi Rp4 triliun. Keberadaan PFB menjadi sangat penting untuk menutupi kesenjangan ini dan memastikan bahwa bantuan dapat segera disalurkan kepada korban bencana.
Kolaborasi dengan BNPB
Wamenkeu Suahasil juga menekankan pentingnya kolaborasi antara Kementerian Keuangan dan BNPB dalam pengelolaan dana penanggulangan bencana, termasuk PFB. Ia mengajak BNPB untuk turut serta dalam menjaga dan mengelola dana ini, sehingga pemanfaatannya dapat lebih optimal dan tepat sasaran.
"Kami mohon dukungan BNPB untuk ikut menjaga dan mengelola dana ini bersama-sama dengan kami di Kementerian Keuangan. Dengan kerjasama yang baik, dana ini dapat digunakan secara efektif pada saat dibutuhkan," jelasnya. Sinergi antara kedua lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penanggulangan bencana di Indonesia, serta memastikan bahwa bantuan dapat segera sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.
Dengan pengelolaan yang transparan dan akuntabel, PFB diharapkan dapat menjadi instrumen penting dalam mengurangi dampak bencana dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap risiko bencana di masa depan.
Poin Penting:
- Akumulasi Dana: Rp7,3 Triliun
- Pendapatan Investasi: Rp716 Miliar
- Sumber Dana: APBN, APBD, dan sumber lain yang sah
- Pengelolaan: Mirip Asuransi (dana disisihkan untuk antisipasi risiko)
- Alokasi Awal DIPA: Rp250 Miliar/tahun
- Tambahan Anggaran: Bisa melebihi Rp4 Triliun
- Kolaborasi: Kemenkeu dan BNPB
Tujuan:
- Mengurangi beban fiskal negara saat bencana
- Membiayai kegiatan penanggulangan bencana
- Memastikan respons cepat dan tepat terhadap bencana