Tercekik Biaya Hidup: Gaji AU$100.000 Tak Lagi Jaminan Kenyamanan Sewa Rumah di Australia

Krisis Perumahan Australia: Gaji Enam Digit Pun Terancam Tak Cukup untuk Sekadar Menyewa

Australia kini menghadapi realita pahit: mimpi memiliki hunian yang layak semakin menjauh dari jangkauan. Krisis biaya hidup, terutama melonjaknya harga sewa rumah, telah mencapai titik mengkhawatirkan. Gaji AU$100.000, yang dulu dianggap sebagai jaminan hidup nyaman, kini terancam tak cukup untuk sekadar menyewa tempat tinggal yang layak.

Sebuah laporan terbaru dari lembaga Everybody's Home mengungkap fakta mengejutkan: seorang lajang di Australia membutuhkan penghasilan minimal AU$130.000 per tahun hanya untuk bisa menyewa unit apartemen biasa tanpa terbebani secara finansial. Hal ini didasarkan pada standar bahwa biaya sewa idealnya tidak melebihi 30% dari total pendapatan. Artinya, individu dengan gaji AU$70.000 per tahun terpaksa mengalokasikan lebih dari separuh penghasilan mereka hanya untuk membayar sewa.

Berikut ilustrasi yang lebih jelas mengenai tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk sewa yang terjangkau:

  • Pendapatan AU$70.000: Lebih dari 50% pendapatan untuk sewa.
  • Pendapatan AU$100.000: Cukup untuk sewa, tetapi mungkin terbatas pada pilihan yang lebih murah.
  • Pendapatan AU$130.000: Tingkat pendapatan yang direkomendasikan untuk kenyamanan sewa.

Laporan tersebut menyoroti adanya pergeseran yang mengkhawatirkan di pasar perumahan Australia. Krisis ini tidak lagi hanya membebani kelompok berpenghasilan rendah, tetapi juga semakin menjerat kalangan menengah.

Mahasiswa Internasional Bukan Biang Kerok Kenaikan Harga Sewa

Di tengah krisis ini, mahasiswa internasional kerap dijadikan kambing hitam atas melonjaknya harga sewa. Namun, penelitian dari University of South Australia membantah anggapan tersebut. Studi yang menganalisis data pemerintah dan Biro Statistik Australia selama periode 2017-2024 tidak menemukan korelasi signifikan antara jumlah mahasiswa internasional dan kenaikan harga sewa.

Profesor Michael Mu, salah satu peneliti, menjelaskan bahwa tidak ada hubungan statistik yang relevan antara jumlah mahasiswa internasional dan biaya sewa di seluruh ibu kota Australia setelah pandemi COVID-19. Ia menambahkan bahwa mahasiswa internasional menjadi target yang mudah karena mereka tidak memiliki hak pilih dalam pemilu.

Temuan ini sejalan dengan laporan dari Property Council of Australia tahun lalu, yang menyimpulkan bahwa mahasiswa internasional secara tidak adil dipersalahkan atas krisis sewa. Mantan kepala Departemen Keuangan dan Departemen Perdana Menteri dan Kabinet, Martin Parkinson, juga menegaskan bahwa mahasiswa internasional tidak bersaing untuk properti yang sama dengan warga lokal.

Ancaman Terorisme Kembali Hantui Masjid di Sydney

Di tengah isu ekonomi yang pelik, komunitas Muslim di Sydney kembali diresahkan oleh ancaman terorisme. Masjid Lakemba menerima komentar bernada ancaman di akun TikTok mereka, yang merujuk pada serangan teroris di masjid Christchurch, Selandia Baru, pada tahun 2019 yang menewaskan 51 orang.

Kepolisian New South Wales (NSW) telah memulai penyelidikan atas ancaman tersebut. Dalam penyelidikan tersebut, polisi menemukan ancaman lain yang ditujukan pada sebuah masjid di dekat Padstow. Asisten Komisaris Brett McFadden dari Wilayah Metropolitan Barat Daya mengatakan bahwa fakta bahwa seseorang merujuk pada insiden mengerikan seperti serangan di Christchurch ditanggapi dengan sangat serius.

Kepolisian NSW meningkatkan patroli di sekitar masjid dan tempat ibadah lainnya untuk memastikan keamanan dan memberikan rasa aman kepada masyarakat. Mereka juga mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan melaporkan segala aktivitas mencurigakan kepada pihak berwajib.

Situasi ini menggambarkan tantangan kompleks yang dihadapi Australia saat ini, mulai dari krisis ekonomi yang memukul daya beli masyarakat hingga ancaman keamanan yang terus membayangi. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah-masalah ini dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.